Monday, June 24, 2013

The Sweetest Thing

Beberapa hari lalu, Little Bug dan Baby Bird berantem. Yahh, as usual, Baby Bug selalu mau tahu apa sih yang lagi dipegang oleh kakaknya, mau ikutan main juga. Dan Little Bug pada saat itu sedang nggak mood untuk berbagi/bermain bersama adiknya. Saya lupa tepatnya mainan/buku apa yang jadi sumber konflik, tau2 Little Bug teriak “Adeeeeeeeeeeeeeeeek!!! Kenapa mainan Mas dirusakin?????” (padahal nggak ada yg dirusak yah, hanya mungkin “dipegang” atau diutak-atik sedikit karena rasa ingin tahu si adik yang lagi sedeng2nya).
Nah, di rumah, saya memang berusaha menerapkan prinsip komunikasi & penerimaan emosi yang sering dituliskan oleh blog The Twin Coach dan Janet Lansbury - Elevating Childcare. I’m not perfectly consistent with it, nor am I really good at parenting, but having a 4 yr old and a 1 yr old in the house, I try my best to keep the peace in our house while accomodating both kids’ feelings. Segera setelah Little Bug teriak tanda marah, saya mengingatkan si Hubs (yg sudah mau memarahi Little Bug karena over-reacting thd tingkah laku adiknya) bahwa it’s totally okay for Little Bug to be angry with his baby sister and we should just let him vent out his anger in an acceptable way (no physical attack on his sister). Namanya juga anak-anak, mereka kan punya perasaan juga dan berhak dihargai, meskipun menurut kita itu over-reacting yah... gigit lidah aja dah! Kata kuncinya: tunggu. Wait and see what happens.
So, Little Bug saat itu langsung teriak “aku nggak mau sama adik!” lalu keluar dari kamar tidur (TKP nih) dan langsung teriak kenceng2 sambil lari ke teras belakang. Di sana dia ngeluarin uneg-unegnya (dalam nada keras) sambil jalan bolak-balik di sekeliling sand box. Kayaknya sih sempet main pasir dulu sebentar, saya nggak nemenin, saya waktu itu sedang menghibur si baby bird yang nangis juga karena ditinggal kakaknya, hehehe...
Sekitar 5 menit kemudian, suasana tenang kembali, saya lalu meninggalkan baby bird yang lagi asyik main sama si Hubs di kamar dan keluar untuk ngecek keadaan Little Bug. Ternyata, dia sudah mengambil kertas & pensil dan senang menulis sesuatu di ruang kerja saya. Ketika saya tanya, “Little Bug lagi apa?”, dia jawab “ini lagi nulis surat buat adik, Mama bisa tolong bantuin nggak nulisnya?”
Deg. Saya langsung terenyuh. Anak 4 thn 4 bulan ini memilih untuk menuangkan rasa marahnya dalam sebuah surat untuk adiknya. Isinya seperti ini: “Ade lain kali jangan rusak barang Mas.” Dia meminta tolong kepada saya untuk membantunya mengeja kata  “jangan” dan “barang”. Dia juga bingung karena dia kira kertasnya nggak cukup tempatnya buat dia tulis kata2 “jangan” (yg saat itu aku mengusulkan ‘gimana kalau kertasnya dibalik, kan masih ada tempat?’ dan little bug langsung meng-iya-kan sambil sibuk nulis lagi). Ketikadia sudah selesai menulis, saya pelan-pelan tanya:
Saya:  “Little Bug masih marah sama adik?”
LB: “masih.”
S: “Little Bug masih sayang sama adik nggak?”
LB: “masih”.
S: “mau nggak nulis ‘I love you’ buat adik di surat ini?”
LB: “mau, tapi mama ya yg nulis, aku nggak bisa nulisnya”
Dan saya pun menuliskan kata2 “I love you, adik” pada bagian akhir surat itu dan memberikan sedikit heart-2-heart, bahwa meskipun kita marah sm seseorang, nggak berarti kalau kita lantas berhenti sayang dgn orang tsb, sama halnya kalau saya marah dgn Little Bug, bukan berarti bahwa saya berhenti sayang dengan dia. Dan sepertinya Little Bug sudah bisa mengerti hal tersebut, karena dia masih bersedia menuliskan “I love you Adik” di akhir surat “marah”nya, hehehe 
Setelah itu, Little Bug meminta saya mengeposkan surat itu untuk Baby Bird dan dia juga ngintil untuk membacakan surat itu kepada Baby Bird dan si Hubs yg lagi nemenin Baby Bird main di kamar. And not long after that, he was back laughing and playing with his little sister again, as if nothing happened.
Bagi saya, ini momen yang sangat berharga sekali! Little Bug sudah mulai bisa mengenali emosi yang dia rasakan dan menyalurkannya dengan cara yang lebih baik. I couldn’t be more proud and happy to see him express his anger through words.. and I let him know that, too! Walaupun setelah itu (dan sampai sekarang) masih ada episode konflik antar kakak-adik, tapi yg penting Little Bug sudah mulai bisa menyalurkan emosi marahnya dengan cara yang dia bisa dan dengan cara yg menurut saya efektif untuk memberikan label yang jelas tentang apa yang baru saja ia rasakan. I just have to remember (and keep practising) to wait and see what happens when they fight and be as calm as possible in facilitating them to solve their own problems by themselves.

Somewhere in that simple piece of paper, written from bottom to top, from right to left, is my son’s feelings.. his overwhelming anger that he chose to pour on a piece of paper.. while in the end realizing that he still loves his baby sister no matter how angry he is at her (at that time).

Friday, June 21, 2013

And end and a beginning...

Tgl 17 Juni 2013 kemarin, Little Bug "resmi" menyelesaikan program Playgroup yang sudah dia mulai sejak Juni 2011 lalu. Di acara "Graduation Day", dia dan teman-teman sekelasnya menyanyikan lagu "Do you want to be my friend?" (hmm judul aslinya harus lihat buku sekolah dulu) di atas panggung dan to my surprise, Little Bug dan "geng" teman-teman sekelasnya memberanikan diri naik panggung untuk ikutan sharing pengalaman selama bermain di Yellow Class (kelasnya Little Bug)... wow!!! Well, I know that bravery sometimes comes in numbers... karena ramean majunya jadi berani.. but for me it doesn't matter-- kalau dia  sudah berani, that's all that matters, mengingat Little Bug dulu nggak akan berani seperti itu, hehehe :) 

It was a sad time for me (kayaknya aku lebih sedih daripada Little Bug dan guru-gurunya deh--- sentimental me!) to see Little Bug have to part with his classmates (yg deket2) and his teachers,  and no longer have that morning school-bus routine that he really loves (sampai2 mama-papanya nggak boleh nganter-jemput ke sekolah karena dia hanya mau naik school bus, titik.).. apalagi waktu bikin thank-you notes buat guru-gurunya, sampe brebes mili, huwaaaaa..... ;(

Honestly, I'm not really good with changes, I hate (most) good-byes.. But it's a skill I must work on (becasue life must go on, and change is inevitable), apalagi we're undergoing our biggest change now--- homeschooling! Yikes, si Hubs and I are holding on to each other (and we hug the kids more, too!) sambil berpikiran sama: okay, bismillah, we're really starting to homeschool... wait, have we gone crazy?!?!?! 

And clamly reminding ourselves (and answering that question, many, many times): no, we’re not crazy! This was a choice made out of a long thinking process with guidance from Allah SWT.. a choice made because:
1. We want to try to make learning as fun/enjoyable possible for the kids (and learn with them, too!)
2. We want to have a closer relationship and stronger connection with the kids
3. We want to have the freedom to control our kids’ education—a delicate cooperation between us (as parents, with our goals for the kids) and our kids (accomodating their interests and ideas in play)
4. We want to keep their natural love of learning, curiousity, and creativity-- with minimal boundaries and judgement (as in unnecessary grading) and hopefully protect their passion for learning
5. We want to break out of the “box”—that education “only” happens in “formal school”—life itself is full of education: belajar bisa dari siapa saja, di mana saja, dan dari awal sampai akhir hayat (life-long learning). 

So it’s all an integrated process. Please note those 2 words: integration & process.

Integration for us means that kalau bisa sudah nggak ada lagi pengkotak-kotak-an atau pemisahan bahwa belajar itu hanya terjadi di tempat/waktu/bersama guru tertentu. At Little Bug’s age now, play is learning. Belajar ya sambil bermain. Dengan penggunaan umum kata “belajar” yang sepertinya diartikan/digunakan berlawanan dengan kata “bermain”, semoga saya bisa mengembalikan makna positif dari kata “belajar” itu supaya nggak dianggap sebagai “sesuatu yang tidak menyenangkan” by our kids. 

InsyaaAllah when he’s a bit older (elementary school aged, I mean), mungkin baru bisa menerapkan yang lebih terstruktur untuk bidang akademis, but still, I hope we can make the “daily schoolwork” lebih terhubung dengan minat anak-anak dan lebih jelas “the bigger picture” buat mereka. Kenapa anak2 harus tahu “the big picture”? So they’ll know why they’re learning what they’re learning and hopefully mencegah perasaan “belajar sebagai beban yang tidak menyenangkan”karena nggak tahu kenapa harus belajar ini itu, yg mudah dan yang (mungkin) susah. (I admit, I was so sick of school in high school because I felt too wrapped up in learning things that I felt unnecessary—even though I did make good grades).  

Sisi integrasi yang lain adalah bahwa belajar juga dilakukan melalui kehidupan sehari-hari. I don’t want to raise kids that are little kings/queens that only know how to receive and have everything laid out neatly or done for them. I want my kids to learn how to take care of themselves and others, too! Hopefully mereka lambat laun akan menyadari bahwa mereka bisa belajar juga dari orang-orang yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.

Process for us means that our homeschool (and basically, everything in life) takes time and effort to do. We will try to plan stuff but we have to remember that not all that we plan (and that sound good) will work for us in reality. We can expect a lot of adjustments to be made--- semoga nggak terlalu parah, tapi we’ll be ready for rough days. Being with my kids 24/7 juga membutuhkan proses adaptasi—itulah koneksi yang ingin saya (secara personal) bangun dan perkuat dengan anak-anak. I’m not a perfect mom, but I want my kids to know that we can work on our relationship together, and I want to make our relationship a close & strong one. Hopefully by showing them I’m not perfect, but I try to make amends and be better--- it will teach them  that it’s okay to not be perfect and that I don’t expect for them to be perfect, either! But what’s important is that we try to make things work and try to be better each day. It’s all a process and we’re on the same team, bukan sebagai lawan atau saingan. 

Honestly, Hubs and I are scared sh*t. We could’ve easily paid off our admission to another 
kindergarten and now be happily doing nothing during this month of school vacation. But no, here I am busy reorganizing the house to accomodate play/creativity areas so that it won’t interfere with my sanity (read: we can still eat on the dining table, walk safely through the living room floor, and not have play-doh and sand all over the house. Yes, I want to keep the house somewhat clean-ish, thank you). I’m printing off all those printables that I plan to use in the near future and checking on what I already have saved somewhere in my database. I’m trying to tidy up the bookshelf and checking on the books we have and how I can use them. And I still have to clean up my messy supplies drawers so that I won’t have to spend extra time looking for a paper clip or a working pen (they always dissapear just when I need them!). Yes, we're using this "school vacation" time as my prepping time, semoga bisa lebih "smooth" untuk ke depannya-- at least, ini yang aku baca dari blog2 para emak2 HS di luar sono yang sepertinya sudah cukup established :)

Hubs and I have agreed to a 1-2 year trial homeschool period as an adjustment phase. Bismillah, semoga cocok jadi nanti insyaaAllah waktu SD bisa lebih smooth/mantap ber-homeschool ria (karena memang awalnya kami hanya berniat untuk homeschool ketika akan masuk jenjang SD). Tapi kami cukup legowo dan pasrah untuk tetap terbuka pada pilihan nantinya masuk sekolah formal kalau2 hasil trial period ini menunjukkan arah sebaliknya. Belajar dari pengalaman2 yang lalu2, sebagai hamba Allah nggak boleh terlalu cinta/benci dengan sesuatu hal. Karena hanya Allah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita... bisa jadi apa yang kita anggap baik/suka ternyata kurang baik bagi kita, dan sebaliknya. Kami nggak bisa meramalkan bagaimana perkembangan masa yang akan datang, tapi inilah ikhtiar kami untuk saat ini. Bismillahitawakaltu.. laa hawla wa laa kuwwata illa billah... 

Friday, June 14, 2013

In-do-ne-si-a... Indonesia!

Jum’at, 14.06.2013

“In-do-ne-si-a.... Indonesia!” Alhamdulillah, Little Bug sudah bisa membaca nama negaranya sendiri J In his rapid vocabulary boost & cognitive development, terkadang suka keluar pertanyaan-pertanyaan lucu, seperti:
“Ini Bogor. Kalau Indonesia, di mana ya, Ma?”
“Ini kita pergi ke negara apa, Pa?” (lagi dalam perjalanan di jalan tol)

Karena kami tidak membiasakan penggunaan gadget untuk menemani perjalanan2 kami dengan mobil (dan juga dalam kehidupan sehari-hari), kemampuan spasial Little Bug alhamdulillah lumayan oke. Sepertinya dia sudah hafal belokan-belokan menuju rumah sendiri, play groupnya, beberapa rumah teman antar-jemput PGnya,  familiar dengan berbagai lokasi menuju rumah eyang2nya, Kid*ania (hahaha, ini mah bener-bener deh, cinta banget!), dan tempat-tempat yang biasa kami kunjungi buat keperluan sehari-hari. Hanya memang untuk pengenalan mengenai konsep negara, kota, dan propinsi/daerah memang masih sangat abstrak. Selain itu, sejak tahun kemarin si Hubs mulai terkadang dinas ke luar kota, jadi semakin banyak pertanyaan yang harus dijawab ttg “Papa pergi ke mana lagi sih, Ma??” huhuhu!  

Hari Rabu sore waktu Little Bug bilang “baca buku yuk, Ma!”, saya coba ajak dia buka 1 set buku Upin&Ipin ttg mengenal 33 propinsi Indonesia. Buku-buku kecilnya sederhana dan informasi yg di dalamnya juga nggak terlampau banyak, cukup buat pengenalan awal tentang ragamnya propinsi di Indonesia. Kami mulai dari propinsi2 yang pernah kami kunjungi atau yang pernah ada pengalamannya dengan kegiatan sehari-hari keluarga kami. Misalnya, kunjungan dinas si Hubs ke Kalimanatan Timur baru-baru ini. Atau waktu family gathering ke Anyer, ngintil si Hubs ke Bandung, undangan ke Surabaya, makan pempek yang merupakan makanan khas dari Palembang, dll. Kita juga belajar tentang daerah asal eyang2nya dan tempat tinggal kita saat ini. Setelah si Hubs pulang dari kantor, Little Bug dan dia mengeksplor bagian “makanan khas” dari tiap-tiap propinsi, hahaha! Dan nggak ketinggalan saya sempat nerangin ttg apa itu “rumah adat”, yang dia baru agak ngeh waktu saya ingatkan ttg kunjungan kami ke TMII dan melewati berbagai “rumah2 yang bentuknya lucu-lucu” :D 




Alhamdulillah, semakin bertambah wawasan Little Bug ttg tanah airnya sendiri. Pernah hidup di negeri orang mengajarkan kami akan pentingnya identitas ttg negeri sendiri. Walaupun ada istilah “global citizen”, tapi tetap kami ingin anak-anak memiliki akar pengetahuan yang kuat tentang tanah air mereka, jadi nggak akan kehilangan identitas diri mereka dalam komunitas global nanti. (Let’s just skip the politics and other negative issues aside and just focus on the culture and good values.)

At the end of the day, pemahaman yang khas anak-anak tetap terlihat.. but it made me, si Hubs, and the Eyangs (yg kebetulan mampir ke rumah) ketawa semua:

Little Bug : Eyang dulu dari Solo... di Jawa Tengah, ya Ma?
Mama: Iya. Kalau Little Bug dari mana?
Little Bug: Dari Jepang!! (secara teknis benar sih, tapi yaa konsep warga negara masih nanti kali yaa, hehehe)

Wednesday, June 12, 2013

Sambungan dari Masa Kecil

Rabu, 12 Juni 2013

Waktu pergi belanja ke salah satu supermarket, ternyata lagi ada bagian buku-buku dengan harga promo. Dasarnya emak-bapak-anak doyan buku, langsung deh melipir dan  sibuk memilah-milah.. eh, tiba-tiba Little Bug ngambil buku “Aku Ingin Menjadi Insinyur Sipil” dan langsung nyemplungin ke trolley belanja. Kalau udah kekeuh mau beli 1 buku, percuma mau dibujuk rayu nggak akan mempan ;p

Anyways, di mobil bukunya langsung dibuka dan Little Bug mencoba membaca kata-kata yang bisa dia baca. Sampai rumah, saya & si Hubs yang “ditodong” untuk membacakan buat dia. Memang dari kecil, Little Bug itu terpesona dengan berbagai alat berat konstruksi. Dulu semuanya disebut sebagai “traktor” dan dia hanya tahu kalau alat-alat itu digunakan untuk membangun rumah/gedung. Nah, buku ini alhamdulillah sedikit demi sedikit bisa menambah “koneksi” ilmu pengetahuan yang dulu sudah tersimpan di otaknya. Dia jadi mengenal profesi Insinyur Sipil dan Arsitek dan apa saja yang mereka lakukan. Walaupun penjelasan di bukunya agak panjang, tapi dia rajin menyimak dan menyerap apa yang bisa dia serap J

Nah, kejutannya datang besoknya, ketika dia sibuk gambar-gambar trus tiba-tiba ambil peralatan konstruksi mainannya dan langsung keliling2 rumah menggunakan palu mainannya untuk pura-pura membangun sesuatu. Dia dengan bangganya menunjukkan gambarnya, yang berupa “blueprint” gedung yang sedang dia bangun dan tiang-tiang penyangga besinya dan bilang “Aku kan lagi jadi arsitek, Ma!”



Alhamdulillah juga pas ada rezeki lebih untuk membelikan dia 1 set Lego yg isinya pintu & jendela semua... begitu kotaknya datang beberapa hari kemudian, langsunggg dia sibuk membuat bangunan restoran lengkap dengan “2 pintu dan 17 jendela!” (walaupun jumlah jendelanya nggak segitu banyak, tapi dia entah gimana sistem ngitungnya jadi jumlahnya 17 aja, padahal dah bisa ngitung bener juga wkwkwkwk *peluk gemessss*). Little Bug terus cerita bahwa “restoran” dia punya sistem penyaringan air yang canggih buat digunakan untuk cuci tangan, punya kandang ayam + ayam kampung sendiri (buat diambil telurnya setiap hari), dan bagaimana jendela2nya bisa dibuka-tutup untuk mencegah adanya maling.




Subhanallah.. alhamdulillah... betapa proses belajar itu insyaAllah akan “saling melengkapi” informasi yang sudah ada dengan cara-cara yang kadang tidak terduga, selama proses belajar itu juga dibiarkan berjalan dengan alami dan tanpa paksaan. Memang kita bisa merencanakan stimulasi yang diberikan dan berusaha memberikan struktur, tapi jangan lupa kalau Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Luas ilmuNya...  kadang yang tidak terencana/tersturktur pun suatu saat bisa menjadi bahan pelajaran yang berharga di masa yang akan datang ;)

Sunday, June 02, 2013

1,2,3... go!

Bismillahirohmaanirohiim...
Akhirnya, kami sekeluarga memberanikan diri untuk membuat keputusan ini. Setelah 2 tahun blog-walking dan Pinterest-watching, membaca (walaupun belum sampai selesai) buku2  dan artikel2 tentangnya, beberapa kali sholat istikhoroh, mengalami masalah pada kartu ATM dan gong-nya adalah pertanyaan dari Mba Wiwiet mengenai “bagaimana cara memasukkan gajah ke dalam kulkas”, akhirnya kami (dalam istilah Mba Wiwiet juga) memutuskan untuk nyebur ke dalam kolam renang bernama Homeschool dan mulai belajar berenang... byurrrrr!!! No sitting on the side of the pool, we’re not wading in the baby pool either.. now is our time to start kicking our legs, find the best way to float, and swim and insyaaAllah move forward.

Yah, lompatan yang satu ini butuh keberanian yang sampai sekarang masih membuat saya deg-degan. Hari-hari menjelang pembuatan keputusan itu serasa waktu saya masih kuliah dan nunggu proses persidangan akhir. Tidur nggak tenang, cari informasi sana-sini, timbang sana timbang sini, makan juga tambah lahap *hahaha, klo soal makan sih gak ngaruh* ;p

Pada hari itu... saya terbangun jam 2 pagi karena bersin2 alergi, rupanya settingan AC kamar terlalu dingin (hasil oprekan si Hubs yang tidur bak beruang kutub). Sambil nunggu hidung saya menjadi lebih nyaman untuk diajak sholat malam, saya nyalain compie dan entah gimana prosesnya, akhirnya membaca2 berbagai notes dan link2 blog di grup Indonesia Homeschoolers. Dan mungkin dini hari itu menjadi waktu datangnya petunjuk Allah yang pada akhirnya memantapkan hati ini untuk mengambil keputusan untuk homeschool, yg saya sampaikan kepada si Hubs setelah sholat subuh pada pagi itu. Alhamdulillah, si Hubs memang sudah akan setuju dgn apapun keputusan yang akan saya ambil, karena nantinya saya yang akan memanage semuanya. Hubs sebagai support system (dan financial system hahahaha) yah tinggal nanti membantu apa yang dia bisa. Dan ya, kami insyaaAllah sudah siap untuk berjuang, baik secara internal keluarga maupun secara eksternal—having 2 big extended families that put a big emphasis on the educational lives of the little ones. Yup, bismillahitawakaltu..  yang penting si Hubs and I are together in this.

Homeschool is a choice..  it's a challenge, not only for the child, but for the whole family... it's a major responsibility.. but also, a form of freedom to adjust learning goals & processes to suit your own child.. and not to mention, knowing where exactly your money is going.

Setelah membuat keputusan ini, anehnya saya merasa tenang dan “bebas”, walaupun saya sadar kalau waktu “bebas” saya akan kerubah bentuknya setelah si Little Bug benar-benar sudah selesai pergi ke Playgroup dan mulai di rumah saja sama saya dan Baby Bird. Saya sadar akan tantangan yang besar yang akan kami lalui bersama, tapi seperti kata saudara saya, kami berdoa insyaaAllah akan dimudahkan oleh Allah karena sudah “kulonuwun” sama Allah waktu proses pembuatan keputusan ini.  And to keep it real, saya dan si Hubs menganggap 2 tahun masa TK ini sebagai masa percobaan.. masa penyesuaian.. jadi biar santai2 dikitlah dan nggak dikejar2 waktu untuk mencari proses dan rutinitas belajar yang paling nyaman buat Little Bug. Kalau nanti dalam 2 tahun ini kami menilai bahwa homeschool kurang cocok atau ada perkembangan sikon yang kurang mendukung, nanti menjelang tahun ajaran baru untuk kelas 1 SD bolehlah kita meninjau kembali apakah akan terus HS atau masuk ke sekolah formal. But hopefully akan cocok HS terus yah J  

Saya sampai sekarang disiplin waktunya masih belum seperti yang saya inginkan.. kemampuan agama belum juga seperti yang saya targetkan.. apalagi pengaturan emosi dan parenting skills juga masih “needs extra work”, huhuhu... But if there’s anyone that can make me work hard in improving myself, they’re my kids and hubby. Of course, dengan mengembalikan niatnya kepada Allah SWT yaaJ

Sloganku sejak nikah dengan si Hubs adalah “orang bisa karena terpaksa”. Dulu nggak bisa masak, karena terpaksa harus bertahan hidup di negeri orang, alhamdulillah jadi bisa masak yang cukup layak buat kritikus2 terbaikku. Hamil & melahirkan di negeri yang bahasanya harus stgh pake bahasa tarzan, alhamdulillah jadi bisa menguasai bahasa sehari-hari dan terbiasa ngasuh sendiri anak-anak. Jadi, insyaaAllah homeschool ini akan aku jadikan alasan untuk terus memecut kemampuan dan kedisiplinan diri ini dalam mengatur hari-hari buat anak-anak. Karena aku ingin Little Bug hafal surat-surat pendek, aku juga harus belajar lagi dan ikut menghafal bersama dia. Karena aku ingin menciptakan connection yang kuat dan dekat dengan anak-anak, yaa what better way to improve my parenting skills than to be around my kids 24-7? Aku juga harus lebih disiplin waktu, rajin dokumentasi (blog dan portfolio pribadi), dan terussss belajar mencari ilmu.

Bismillahitawakkaltu, laa haula wa laa kuwwata illabillah.. here goes our first year into homeschooling!