Wednesday, December 30, 2015

Sunat 101

Ditulis oleh Arum Budiani, 
pemilik blog http://ourlearningfamily.blogspot.com

Alhamdulillah, Little Bug tanggal 25 Desember kemarin sudah disunat, yeayy! Liburan sekolah memang identik dengan sunatan, karena kebanyakan orang tua memilih waktu libur yang agak lama supaya pemulihan pascasunat bisa berjalan dengan santai, tanpa memotong waktu sekolah. Lah, kami kan homeschool, apa bedanya? Well, Little Bug ada jadwal les music yang sayang kalau harus terlewati, jadi kami memilih ketika lesnya juga libur 2 minggu hehehe J

Anyways, saya ingin berbagi beberapa tips yang menurut kami bisa membantu memperlancar prosedur sebelum, ketika, dan sesudah sunat pada anak. Sebelum proses sunat, saya mencari-cari artikel di internet soal sunat dan yang ketemu banyak malah iklan sunat, hikz.. jadilah bertekad berbagi pengalaman setelah sunat supaya ortu yang kebingungan seperti saya tidak bernasib sama hehehe J  Yang perlu diingat hanya bahwa setiap anak berbeda-beda, jadi silahkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi keluarga & anak masing-masing ya J  


Sebelum Sunat

  •  Kami mulai sounding tentang sunat itu jauh sebelum sunat dilakukan… mungkin setahun atau 2 tahun sebelumnya. Soundingnya nggak terus-terusan, hanya pas sikon mendukung dan juga sambil meyakinkan kalau kita percaya Little Bug akan berani melakukannya saat dia siap. Nah, kapan mau sunatnya terserah si anak, makanya soundingnya mulai dari lama (saat ini Little Bug 6,5thm, kami sudah mulai sounding sejak umur 4thn an).  Kalau ada temannya yang sunat, kami beritahu juga dan kami ajak berkunjung beberapa hari setelah si anak sembuh untuk memberikan ucapan selamat sekaligus saya memperlihatkan kalau pasca sunat insyaaAllah akan baik-baik saja.


  • ·         Isi sounding pada intinya adalah memperkenalkan bahwa sunat itu ada dan harus mereka lalui. Tidak lupa kami menjelaskan kenapa sunat itu harus dilakukan, baik dari segi agama maupun kesehatan. Dan dari segi kesehatan, kami juga menjelaskan kalau lebih cepat lebih baik, karena semakin lama maka semakin rawan untuk kotoran terselip di bagian ujung alat kelaminnya meskipun kita selalu berusaha membersihkannya dengan sebaik mungkin.


  • ·         Kami pribadi memberitahu Little Bug bahwa kami berharap dia bersedia sunat sebelum umur 7 tahun, akan tetapi pemilihan waktunya terserah dia kapan dia siapnya, baik sebelum atau saat umur 7 tahun itu. Itu preferensi pribadi ya, karena kami anggap 7 tahun sudah mulai lebih banyak mendalami Islam sehingga inginnya sudah disunat sebelum atau pada usia tsb.


  • ·          Kita jelaskan prosedurnya secara sederhana, baik pengertian tentang apa yang akan dilakukan maupun perbedaan antara beberapa metode sunat. Kami memberikan 2 pilihan metode untuk Little Bug (konvensional/bedah di RS vs clamp) dan dia akhirnya memilih metode clamp setelah melihat beberapa temannya  memilih metode yang sama plus dia lebih nyaman sunat dilakukan di klinik kecil daripada di RS. Silahkan mencari info sebanyak-banyaknya mengenai berbagai metode sunat (dari internet, ke tempatnya langsung, tanya ke teman yang sudah menyunatkan anaknya, tanya dsa keluarga, dsb). Semua metode ada risikonya, plus minusnya... pilih yang paling sesuai buat keluarga dan anak, perbanyak istikhoroh supaya tenang dalam mengambil keputusan.


  • ·         Sounding disesuaikan isinya dengan sikon yang ada. Di awal-awal penjelasannya masih sederhana , makin anaknya besar maka sedikit-sedikit ditambah penjelasannya dengan yang lebih detail. Jadi pemahaman si anak dibangun sedikit demi sedikit tentang prosedur ini.


  • ·         Kami tidak berbohong mengenai rasa sakitnya. Nggak didramatisir juga (please, jangan yaaa) tapi dijelaskan apa adanya. Kami jelaskan akan sakit sebentar saat disuntik anastesi, lalu pas prosedur sunat tidak akan terasa apa-apa karena efek suntikan anastesi tadi. Sakit berikutnya ketika efek obat hilang, itupun akan terbantu oleh obat pengurang rasa sakit. Dan kami dengan lembut meyakinkan bahwa kami akan menjalankan seluruh proses bersama-sama--- dia tidak akan sendirian.


  • ·         Setelah Little Bug bersedia disunat, kami menentukan tanggal. Nah ini kami putuskan berdasarkan 2 hal: jadwal yang tersedia di tempat sunat dan jadwal yang memungkinkan si Hubs untuk cuti. Yes, little boys need their dads for this one! Kalau seperti si Hubs yang susahhhh cuti, bisa diakali dengan pilih sunat pada hari Jum’at, supaya bisa meminimalisir jumlah hari cuti. Pengalaman dengan Little Bug, yang beraduh-aduh ria itu hari pertama dan hari ke-2, selanjutnya udah mulai terbiasa pada hari ke-3. Jadi usahakan ada si ayah pada hari pertama sampai ke-3, minimal sampai hari ke-2. Untuk jadwal dari tempat sunat, semakin awal semakin baik supaya anak nggak jiper duluan kalau-kalau pasien sunat sebelumnya teriak-teriak/menangis heboh. Atau kalau dapat jadwal yang agak siang, mungkin bisa diakali dengan menunggu di mobil sampai saat gilirannya.


  • ·         Tanggal sudah oke, lalu apa lagi?  Have fun together!!!! 1-2 minggu sebelum sunat, saya sengaja ajak Little Bug jalan-jalan atau main apapun kesukaannya. Ya tentunya diatur sedemikian rupa  supaya kondisi anak-anak tetap fit sebelum sunat. Intinya, si anak dibuat happy dulu sebelum nanti pemulihan pascasunat di rumah. Dengan menghabiskan waktu bersama melakukan apa yang dia suka, kita bisa meningkatkan bonding dengan anak-anak dan itu diharapkan bisa mempermudah anak-anak untuk lebih kooperatif saat prosedur sunat maupun saat pemulihannya. Nggak perlu mahal-mahal atau jauh-jauh, yang penting menghabiskan waktu melakukan apa yang mereka suka.


  • ·         Kami juga bersama-sama menyiapkan kegiatan untuk dilakukan di rumah saat pemulihan. Kita bisa memilih mainan/games untuk dimainkan bersama, buku-buku untuk dibaca bersama, film untuk ditonton bersama, dst. Di sini juga ada bagian dari negosiasi reward pascasunat hehehe… J Sesuaikan dengan kegemaran anak dan yang kira-kira bisa mengalihkan perhatian dari rasa sakitnya. Little Bug sangat suka Lego, jadi itu yang menjadi andalan kami kemarin (dan berhasil, dari pagi sampai sore ya nguplek aja terus hehehe). Selain itu, kami pada dasarnya menerapkan pembatasan penggunaan gadget dan screen-time, tapi kami “sesuaikan” untuk hari pertama dan ke-2 pascasunat kemarin J


  • ·         Jangan lupa siapkan obat merah, cotton bud, tissue basah, tissue kering, dsb sebagai “peralatan tempur” ketika anak nantinya buang air kecil pasca sunat. Tanyakan pada dokter apa saja yang harus disiapkan, sesuai dengan metode sunat yang digunakan.



Saat Hari-H Sunat

  • ·         Apapun yang terjadi, pasang muka tenang dan senyum! Kalau kecemasan di hati kita berlebihan, itu akan dirasakan oleh anak-anak, trust me! Anak-anak butuh didampingi mama-papa yang tenang dan berpikir positif terhadap Allah. Kalau mama-papanya cemas berlebihan, bagaimana anak akan bisa tenang mengandalkan kita untuk mendampinginya melalui seluruh prosedur sunat?


  • ·         Kalau anak merasa cemas, dengarkan dia dan katakan kalau wajar merasa cemas sebelum tindakan medis apapun. Kita juga bisa jujur dengan anak kalau kita juga ikut merasa cemas menanti prosedur sunat, lalu secara lembut mengingatkan kalau Allah selalu bersama dengan kita dan yakinkan kalau kita akan melalui ini bersama-sama sebagai sebuah tim.


  • ·         Ini mungkin terdengar seperti pesan sponsor, tapi memang sebaiknya yang mengantar sunat adalah orang-orang terdekat saja, jangan 1 RT, hehe ;p Takutnya semakin banyak pengantar malah semakin besar tekanannya… dan semakin rame di tempat sunat haha! Eyang-om-tante-pakde-bude-sepupu-tetangga-dst bisa diarahkan untuk menemui di rumah saja setelah selesai prosedur sunatnya. Kehebohannya di rumah aja ya, supaya nggak nambah deg-degan sebelum masuk ruang sunat hehehe J


  • ·         Bawa bekal makanan ringan+ minuman yang disukai anak. Obat bius memiliki masa berlaku dan obat pereda nyeri sebaiknya diberikan beberapa saat sebelum efek bius benar-benar habis. Tanyakan hal ini kepada dokter yang menjalankan operasi, jangan lupa! Mananan dan minuman berfungsi agar anak bisa makan & minum sebelum mengkonsumsi obat pereda nyeri.


  • ·         Dampingi dan pandu anak selama prosedur sunat. Jelaskan dengan nada tenang dan secara sederhana apa yang akan dokter/perawat lakukan step-by-step sesaat sebelum dilakukan supaya anak nggak merasa bingung/kaget. Dan ingatkan kembali bahwa dia akan disuntik obat bius sehingga nggak akan terasa apa-apa ketika prosedur sunat dilakukan. Pengalaman kemarin, Little Bug menjerit-jerit saat disuntik anastesi… selebihnya bisa tenang karena sudah baal, hehehe! Kalau anak jejeritan dan menangis meronta, jangan ikut panik! Tetap berusaha tenangkan dan yakinkan klo kita ada di sampingnya. Just hang in there, your kid needs you more than ever to stay calm… so he can stay calm!


  • ·         Last but not least, batasi foto-foto saat prosedur sunat. It’s a very personal procedure and your kid needs you more than the photos. ‘Nuff said.



Setelah Sunat

  • ·        Ingat bekal makanan/minuman yg dibawa? Makan dan minum supaya anak bisa minum obat pereda nyeri beberapa saat SEBELUM efek obat bius hilang. Lumayan bisa mengurangi drama di awal-awal masa pemulihan.


  • ·         Papa/Mama statusnya on stand-by pas hari pertama abis sunat. Kalau Little Bug apa-apa maunya dengan papanya, jadi si Mama urus-urus yang lain hehe. Kalau para ayah mengeluh capek, kita ingatkan dengan lembut kalau sunat hanya sekali seumur hidup (well, dikalikan dengan jumlah anak laki-laki yang dimiliki ya) dan ini saatnya mereka memanjakan si anak jadi dinikmati aja hehehe!


  • ·         Ingat semua kegiatan yg disiapkan sebelum sunat sebagai aktivitas pascasunat? Bring them on! Mulailah dengan kegiatan yang paling bisa mengalihkan perhatian anak dari rasa sakitnya. Kemarin kami menyediakan beberapa film dan games di tab pas awal-awal, karena itu yang lumayan ampuh. Selain itu, bermain Lego juga ampuh menyerap perhatiannya untuk waktu yang cukup lama, hehe J Sesuaikan dengan kesukaan masing-masing anak ya J

Little Bug main Lego kesukaannya pascasunat, bisa seharian! Caption kecil: Little Bug apa-apa maunya sama si Hubs, dari bangun tidur sampai tidur lagi :)


  • ·         Kami pribadi belum merencanakan kapan atau dalam bentuk apa syukuran sunatnya. Fokus di pemulihan dulu supaya perhatiannya nggak terpecah… anak-anak lebih butuh kehadiran kita dan keluarga terdekat di saat pemulihan daripada perayaan dengan banyak orang-orang yang belum tentu ia kenal baik J


  • ·         Kalau saran untuk makan & istirahat yang cukup mah udah umum ya. Yang penting kita juga jangan overly strict atau galak atau protektif dengan anak selama masa pemulihan. Usahakan tetap menciptakan suasana yang positif dan semangat untuk sembuh sehingga bisa cepat pulih lukanya. Anak dibuat se-happy mungkin meski sedang bergelut dengan rasa nyeri… yakinkan dia kalau insyaaAllah dia bisa melewatinya dan kita yang menjadi penyemangat no.1, bukan pihak yang menakut-nakuti dengan segala macam ancaman dan scenario menyeramkan J


Special notes:

·         Orang bilang, sunatan adalah “hajatnya anak laki-laki”. Bagi saya, pengertian akan maknanya “hajat anak laki-laki” tersebut bukan pada besarnya perayaannya, tapi lebih kepada besarnya perhatian kita kepada si anak laki-laki kesayangan sebelum, pada saat, dan sesudah prosedur sunat tsb. The greatest gift we can give is our attention and our presence, not presents. Untuk Little Bug, dia bisa menghabiskan waktu banyak dengan papanya yang khusus cuti untuk hari sunatnya dan setiap malam dikipasin manual (ala tukang sate) sampai dia tertidur pulas (padahal dah pake AC hahaha). Saya juga bisa menghabiskan waktu dengannya sebelum sunat, mengajaknya seharian jalan-jalan ke taman yang sangat ia sukai dan makan apa yang dia gemari. Eyang-eyangnya pada datang ke rumah dan memberikan perhatian secara bergantian. Kami merasa semakin dekat dan kompak sebagai sebuah keluarga yang telah melewati proses ini bersama. Itulah makna yang sesungguhnya, “hajat” yang paling penting J

Semoga pengalaman dan hikmah yang kami ambil dari pengalaman sunat Little Bug bisa membantu ya J  Stay calm and enjoy the once in a lifetime process as a family J



Tuesday, December 22, 2015

Confessions of a real, imperfect Mom

The mothering world out there is harsh. Yep, no kiddin! Dengan tanggung jawab membesarkan seorang anak (atau 2, 3, bahkan lebih), tekanan untuk menjadi “the ultimate supermom” itu sangatlah nyata. Seolah-olah your existence will be graded on how your kids will turn out. Sejak masih mengandung, kita sudah dibombardir dengan berbagai macam pilihan buat si baby setelah dia lahir nantinya: cloth diaper or disposable, breastmilk or formula, organic food or ordinary available groceries, co-sleeping or independent sleeping, ….. the list goes on and on and on and on. And then comes social media with the pictures and statuses of Moms who make all their kids meals from scratch from their own organic garden, make their toys from all recyclables, have the clean house like from the magazine pages,  and all the “ideal” things we all want for ourselves and our children. After all, our kids are top priority, so we want only the best for them, right?

The thing is, the pressure is so intense to be the ultimate super-duper mom that sometimes we lose ourselves in the beautiful journey of motherhood. We think that being a mom is another chore to cross off our daily list. But it's not. 

You forget that being a mom is a lifelong BLESSING. And your kids LOVE YOU for who you are, not for what others think about you.

 You can be so busy in trying to create the “Perfect and Ideal” that you lose sight of what’s important: loving you for who you are and being happy just being together with your children. 

Don’t get me wrong, we all have ideals and goals to strive towards. But don’t treat motherhood as if it were a black and white TV show. The episodes of motherhood are far from black and white, right or wrong. Apart from the religious and moral rules that we follow, the rest is an infinite number of pixels and colors that make your journey the ultimate blessing that God gave you. Each and every mother’s journey and struggle is her own. You are not one to judge them because you will never know her whole story. Remember, mothers are humans that make mistakes. Mothers are also lifelong learners that do their best within a given circumstance, so we should treat each other like that. Spread knowledge without judgement, because each mom will make decisions based on what’s feasible for her family, which sometimes might just be the best of the worst choices that she has.

So for all fellow moms out there…
Stop pressuring yourself because you are not perfect! Anak-anak akan belajar bahwa menjadi seorang manusia tidaklah harus sempurna.. yang penting adalah kita tidak pernah berhenti berusaha  untuk melakukan yang terbaik yang kita bisa. Bacalah banyak ilmu soal parenting dan pilihlah yang kira-kira cocok buat keluarga dan situasi yang dijalani. Take baby steps with your kids because your journey is not for them, but with them. Jelaskan ke anak-anak (dengan sederhana) bagaimana kita berusaha menjadi lebih baik sedikit demi sedikit. It’s okay to let them know if you make mistakes.. minta maaf dan beri tahu upaya kita untuk belajar dari kesalahan itu. Dengan demikian, kita memberikan contoh nyata bahwa it’s perfectly human to make mistakes, dan yang penting terus berusaha belajar menjadi lebih baik. 

Nikmatilah waktu makan dengan anak-anak, apapun makanannya. Nikmatilah waktu bermain dengan anak-anak, apapun mainannya. Nikmatilah waktu dengan anak-anak, titik. Be happy just being with them, apapun momennya.

And be happy being you, a mom. Take time to take care of yourself. Eat chocolate when the kids are sleeping. Watch cartoons with them in your pijamas from time to time. Have ice cream for breakfast as a special treat. You make your own happiness, not others. Never stop learning, never stop loving. 


Happy Indonesian Mother’s Day. Be happy, Moms… enjoy your blessing!

Thursday, December 03, 2015

Ideal vs. Real


3 Desember 2015

Hallo semuanya, lama tak bersua J Tak terasa sudah menjelang akhir tahun 2015 dan juga akhir semester 1 untuk kelas 1 SD (bagi yang menggunakan sistem semester). 6 bulan pertama bagi kami dalam jenjang formal kelas 1 SD itu banyak sekali penyesuaian, perjuangan, dan juga penemuan—dan proses ini masih berlanjut ya, hehehe… I just thought I’d write to tell you how it has really been. Bukan mau menakut-nakuti dan bukan juga mau mengumbar aib pribadi, postingan ini lebih kepada pengingat buat diri saya sendiri untuk terus berjuang dan terus bersyukur atas apa yang ada.
Coming in to this homeschooling thing, I had a lot of ideals. Don’t get me wrong—I still do. Hanya saja, saya belajar untuk lebih luwes untuk menyesuaikan antara “the ideal” vs. “the real”… sama-sama beakhiran “-eal”, tapi huruf depannya beda haha.

Pada umumnya, awal tahun ajaran itu sudah membayangkan akan ini-itu dengan jadwal rapi setiap harinya. Think again! Life happens. Bisa jadi pagi itu Baby Bird bangun tidur disertai tantrum selama 30 menit. Atau mendadak si Hubs dinas ke Jakarta dan kami menemani perjalanan ke sana supaya nggak kena 3-in-1. Atau ada pameran keren yang hanya hari itu saja padahal jaraknya lumayan sehingga jadinya pergi seharian. Atau Little Bug butuh waktu extra untuk membahas suatu materi tertentu sehingga yang lain jadi tergeser. Atau ada yang sakit. Atau hal-hal lain yang sifatnya di luar dugaan. Yep, life happens. What I learned: just enjoy and focus on the time being together. Little Bug pernah nyeletuk, “Yang penting kita bareng-bareng kan, Ma?” J

Belajar memang nggak kenal tempat dan waktu. Teorinya begitu tapi kadang masih merasa dikejar-kejar oleh materi yang belum tercover. Face it, sebagian besar dari kita adalah produk sekolah formal selama 12+ years yang penuh dengan target-target capaian materi kurikulum. Dan meskipun kami memliih untuk mengikuti aturan pemerintah mengenai sekolahrumah (that’s what they call it), mengelola waktu supaya bisa tercapai ideal “belajar apa saja di mana saja kapan saja dengan siapa saja” dan juga memenuhi persyaratan negara… butuh banyak legowo nya. Anak-anak nggak akan sadar dengan tekanan tersebut kecuali kalau kita turut menekan mereka… jadi jangan!  Cukup mereka tahu setahun ke depan ada topik-topik apa saja yang akan dibahas. Selebihnya biar kita yang fasilitasi dengan metode yang paling cocok dengan anak-anak. Focus on the positive. Focus on the excitement of learning something new. Jelaskan kenapa hal tersebut penting/relevan untuk dipelajari. Focus on fun field trips that you can go on or intriguing projects you can do. Dan selalu kaitkan dengan kehidupan sehari-hari setiap ada kesempatan.



Kita sebagai fasilitator yang harus kerja keras mengawasi waktu, supaya tetap fleksibel untuk memenuhi keingintahuan mereka tapi di sisi lain juga nggak lupa waktu. Enaknya homeschool ya anak didiknya hanya anak-anak kita aja, jadi kalau butuh menyesuaikan waktu akan lebih mudah diakali. Kita punya sepanjang hari, which is a lot!Kita sebagai orang tua pelan-pelan bisa belajar untuk legowo dan enjoy dengan proses belajar yang terjadi meskipun tidak sesuai jadwal, tidak sesuai rencana awal, atau bahkan "ketinggalan" menurut kita... insyaaAllah there is room for flexibility and time for catching up.. anaknya cuma anak kita aja kan, bukan sekelas isi 40? Hehehe... :)  Plus kita nggak harus stuck di 1 metode saja—we can facilitate the learning process however we want. Misalnya ketika belajar soal rukun Iman, saya membacakan cerita tentang malaikat sebelum Little Bug tidur. Contoh lain, saya membahas materi soal bangun ruang matematika melalui kegiatan bermain balok kayu di sore hari. Atau perubahan bentuk benda dan karakteristik benda melalui sensory play jelly beku saat akhir pekan. Lama-lama Little Bug juga bisa belajar bahwa dalam sehari itu ada alokasi waktu yang bisa dia gunakan dengan bebas dan juga ada waktu untuk menyelesaikan hal-hal yang diperlukan. 

Real life is like that. Ideally, they are free to do whatever they want the whole day, seperti saat mereka masih balita (siapa sih yang nggak mau? Haha). But in reality, the older you get, the more obligations to finish before you can do what you want… that’s when you learn to prioritize, etc. Dalam hal ini, mulai jenjang kelas 1 ini, Little Bug ada paperwork/kegiatan terstruktur sesuai kurikulum nasional di luar waktu bebasnya untuk belajar/bermain yang lain. Supaya bisa legowo? Make those obligations as fun or enjoyable as you can using creative ways. Find meaning in them and do your best to enjoy fulfilling them. Jangan berpikiran bahwa kewajiban tersebut nggak ada gunanya dan kita terpaksa melakukannya. Perception is important… jadi tugas kita sebagai orang tua untuk memfasilitasi supaya persepsi anak-anak tetap positif. Some things is life you may not like but you just gotta tough it out. But who says you can’t find enjoyable ways to do them? Hehe ;)

Ketika menemui tantangan atau kesulitan, saya selalu ingatkan Little Bug mengenai konsep growth mindset – bahwa otak dia adalah otot yang sedang dilatih, makin sering dilatih makin terampil. Cara melatih otak ya dengan berbagai tantangan atau kesulitan. Misalnya dalam hal menulis rapi: dia sedang melatih otaknya untuk mengkoordinasi otot-otot di tangan supaya bisa menulis dengan rapi dan terbaca. Saya sering menyemangati dengan kata-kata “it gets easier the more you do it” meskipun dia tampak nggak percaya, hehe ;p You can read more about the growth mindset here.


Last but definitely not least, don’t forget to think positive towards Allah in all of your days. Your day might not start out the way you planned it, or it might not turn out the way you planned it, but it sure is the way Allah planned it for you, and He is the best of all planners. Don’t lose your ideals as long as you can balance it with the real…. Just do your best and be thankful for each day, because life can be messy at times but it’s always a blessing to be alive and living it together with your family!