Oleh:
Arum Putri Budiani
“Adik sudah bisa baca, belum?”
Pertanyaan
ini seringkali menjadi andalan untuk beramah-tamah dengan anak kecil yang baru
saja ditemui maupun menjadi bahan obrolan hangat di kalangan ibu-ibu. Ya,
membaca sepertinya menjadi sebuah parenting
goal yang mahapenting, saking pentingnya hingga terkadang menjadi momok
bagi orang tua maupun anaknya. Momok yang dengan mudah menghalangi esensi dari
kegiatan membaca itu sendiri, yakni kecintaan akan buku dan jendela dunia yang
ditawarkannya.
Ketakutan
akan anak yang tidak mampu membaca pada usia dini justru mendorong adanya
pendekatan yang keliru terhadap kegiatan membaca. Huruf-huruf diperkenalkan,
ejaan diajarkan, dan suku kata dilafalkan hanya dengan tujuan untuk bisa membaca kata demi kata... bukan
dengan tujuan agar anak suka membaca.
Padahal menurut saya, proses belajar membaca itu sendiri diawali dengan membina
sebuah hubungan positif dengan buku, bukan
dengan huruf maupun suku kata seperti “b-a-ba”!
Ya,
budaya membaca dimulai sejak anak masih bayi, di dalam pangkuan orang-orang
terdekatnya. Bahkan, sejak dalam kandungan juga bisa! Mereka dan si bayi mulai menikmati buku bersama. Mengapa
“menikmati” dan bukan “membaca” buku? Karena buku tidak hanya untuk dibaca
kata-katanya saja, akan tetapi bisa dimulai dengan melihat gambar atau
warna-warni yang disajikan dalam sebuah buku anak-anak. Bayi dan balita akan
“membaca buku” dengan cara yang berbeda-beda: diemut, digigit, diraba, dipeluk,
dilempar, dibawa-bawa--- yang penting adalah interaksi anak dengan buku dan bukan kegiatan membaca yang menurut kita umumnya dilakukan oleh orang
dewasa. Interaksi tersebut yang menjadi dasar untuk pemupukan kecintaan
terhadap buku dan kegemaran membaca. Dan
kelak ketika sudah besar, anak-anak bisa diperlihatkan “barang bukti” bahwa
mereka sejak bayi lho sudah suka dengan buku, hehehe! Itu yang terjadi saat
saya kemarin mengatur ulang perpustakaan keluarga kami sehingga nanti
insyaaAllah siap dinikmati oleh Baby Squirrel :)
|
Our beloved baby books, terlihat bekas pemakaiannya hehehe... |
Orang tua
dan keluarga juga hendaknya mencotohkan kecintaan terhadap buku serta kegemaran
membaca di depan anak, karena anak akan meniru apa yang dia lihat. Bagaimana mau
menanamkan budaya membaca kalau orang tuanya tidak pernah menikmati dan membaca
buku di depan atau bersama dengan anak-anaknya? Menurut saya, ujian terbesar
adalah ketika malam-malam mata sudah 5watt dan anak-anak masih 100watt lalu
ingin dibacakan (setumpuk) buku cerita sebelum tidur… nahhh itu dia! Jadi saya
berbagi tugas dengan Si Hubs, kalau saya seringnya baca buku dengan anak-anak
di pagi/siang hari, kalau malam biar jadi special time dengan ayahnya (emak
setengah maksa sih, hahaha). Cara lain yang kami lakukan adalah dengan mengajak
ke toko buku sebagai special treat
supaya buku menjadi reward yang
istimewa.. selain toko buku, bisa juga beli via online shop ataupun ke
perpustakaan. Intinya, buku itu istimewa!
|
Buku paling istimewa dalam hidup: The Holy Qur'an! Ini punya masing-masing anak, kado dari Eyang di tahun pertama kelahiran mereka |
Selain
itu, hal yang menurut saya perlu diperhatikan adalah untuk tidak terlalu
berlebihan ketika menikmati sebuah buku. Cukup fokus pada kegiatan menikmati
cerita buku tersebut tanpa harus menyiapkan 1001 aktivitas pelengkap dan
pendukung buku tersebut, apalagi meng-kuis anak tentang aneka hal dari buku
tersebut! Anak-anak bisa jadi merasa sungkan atau tertekan ketika membaca buku
apabila setelahnya dibombardir dengan sederetan pertanyaan ala kuis ataupun
berbagai kegiatan yang mungkin tidak diminatinya. Mungkin 1 atau 2 pilihan
kegiatan bisa disiapkan jika anaknya berminat. Penekanannya bukan pada jumlah buku atau ada/tidaknya
aneka aktivitas pendukung yang disiapkan, melainkan pada kedekatan dengan anak-anak dan perasaan senang setelah membaca
sebuah cerita bersama-sama. Yang
diperlukan hanya buku, orang tua, dan anak—sisanya opsional!
Anak-anak
yang menyukai buku, secara alami akan memiliki rasa ingin tahu terhadap isi
buku, apapun jenis bukunya. Mereka akan melihat bahwa di setiap halaman,
terdapat rangkaian huruf-huruf yang menyusun kata… kata memiliki sebuah makna…
dan rangkaian makna dari kata-kata tersebut menjadi sebuah cerita… dan semuanya
berawal dari ketertarikan terhadap buku dan isinya! Jika anak-anak menyadari
bahwa buku-buku itu menyenangkan untuk dinikmati, akan sulit sekali menghentikan
mereka untuk membaca apapun, bahkan sejak mereka belum bisa benar-benar membaca
1 kata sekalipun! Terbukti melihat Big Bug dan Little Bird, meskipun berbeda
pendekatannya terhadap proses belajar membaca kata (sesuai sifat tiap anak),
akan tetapi sejak dini mereka berdua sama-sama sudah suka memegang buku dan
menikmati buku sesuai dengan tingkat kemampuan mereka saat itu.
|
Big Bug membacakan buku kesukaannya kepada Baby Squirrel, meski belum memgerti tapi bisa menikmati bersama-sama |
Jadi, di saat kita bertemu dengan anak kecil di kesempatan
berikutnya, mari kita tanyakan “buku (tentang) apa yang adik suka?” –bukan “apa
adik sudah bisa baca atau belum?”. Karena sesungguhnya, budaya membaca pada
anak bermula dari kecintaan mereka terhadap buku, bukan kemampuan mereka
untuk membaca kata per kata. Tak kenal
(buku), maka tak sayang (buku)... Cintai buku sebelum membacanya, sehingga rasa
cinta tersebut akan menghasilkan seseorang yang gemar membaca, atau dengan kata
lain, pembelajar seumur hidup!