Friday, October 18, 2013

Kunjungan Ke Markas Pemadam Kebakaran



 (Agustus 2013)


Ini adalah “field trip” pertama keluarga kami setelah memutuskan untuk homeschool. Little Bug dari kecil selalu terpesona dengan truk pemadam kebakaran. Itu adalah salah satu kata-kata pertamanya di Jepang dulu, “kako-kako” (sebenarnya pronounciation campuran Bhs. Jepang & bahasa anak kecil dari kata-kata “patrol car”, diatribusikan pada bunyi dari sirine mobil polisi dan truk pemadam kebakaran. Yang punya anak cowok dan tinggal di Jepang, pasti akan sangat familiar dengan kata-kata ini, hehehe). Di dekat tempat tinggal kami dulu ada 2 markas pemadam kebakaran, dan Little Bug selalu suka melihatnya kalau kita pergi jalan-jalan naik sepeda. Kecintaan itu berlanjut hingga di Indonesia, walaupun relatif lebih jarang kami temui dan dengar sirinenya kecuali kalau kebetulan lagi lewat di jalan raya. Di Kidzania, menjadi pemadam kebakaran adalah yang paling pertama Little Bug lakukan, dan dia sangat sangat terkesan!

Nah, untuk membuatnya semangat ber-homeschool, saya inisiatif untuk mengajaknya berkunjung ke markas damkar di Bogor. Kebetulan nggak jauh-jauh amat dan akhirnya saya beranikan diri untuk mampir sebentar untuk membuat janji dengan petugas di sana. Ada kejadian lucu, mereka sempat bingung ketika saya bilang kalau Little Bug “sekolahnya di rumah”—beberapa kali petugas piketnya bilang “Udah Bu, ke kantor aja untuk bikin surat kunjungan, tinggal sebut dari TK mana...” dan mereka baru ngeh kalau kami benar-benar sekolah di rumah setelah beberapa kali dijelaskan. Jadinya masuk kategori kunjungan keluarga, nggak perlu pakai surat2an, tinggal janjian hari Sabtu berikutnya dengan salah satu petugas piketnya.

 Naah, tiba deh hari Sabtu pagi berikutnya, kami janjian datang jam 10 pagi. Si Hubs yang tadinya masih nggak tau what-to-expect dari kunjungan ini lama-lama terkesan juga... alhamdulillah pas lagi nggak ada panggilan darurat apa-apa jadi semua petugas damkar yg lagi piket turun tangan menunjukkan ke Little Bug seluk beluk truk,  peralatan, dan berbagai perlengkapan petugas damkar.
Dengan baik hati, petugas menyalakan truk dan Little Bug naik ke dalam ruang kemudi. Pertama-tama dia langsung mencoba memakai helm damkar, hehehe..  biar serasa petugas damkar betulan, pak petugas menyalakan sirine sebentar (dan juga membunyikan klakson, beuh!) dan mengajaknya mendengar percakapan melalui radio HT di truk. Selesai dari ruang kemudi, mereka lalu naik ke atas atap bagian belakang truk untuk melihat perlengkapan pemadaman di atas sana (berupa selang-selang besar, alat penyemprot, dan juga ada tangga yg tinggi banget itu di truk lainnya), kemudian turun kembali dengan cara seorang damkar menyelamatkan korban kebakaran yang terjebak dari lantai atas gedung (digendong di punggung, piggy-back style).  Tak lupa Little Bug ditunjukkan alat pemompa air yang tersedia di dalam kompartemen truk,  jadi kalau-kalau tidak ada hidran air di lokasi kebakaran, petugas damkar bisa langsung menyedot air dari saluran air/sumber air terdekat, selain mengandalkan pasokan air yang terdapat di truk itu sendiri. 



Little Bug setelah itu mencoba 2 buah seragam damkar: seragam pemadaman biasa dan seragam yang anti-api. Walaupun kegedean, tapi senyumnya Little Bug lebih besar lagi :D Dan paling seru adalah ketika saya dan Little Bug sama-sama mencoba menyemprotkan selang air (ke pohon di sebelah markas ya, hehehe). Rasanya... berattt! Itupun baru pakai diameter selang dan ujung selang (nozzle) yang paling kecil.. apalagi selang yang besar dengan nozzle  yang lebih besar pula.. masyaaAllah!
Terakhir adalah foto bersama para petugas damkar yang baik hati.. ada yang muda, ada yang senior.. tapi semuanya sangat berdedikasi pada profesinya. Kami mengajarkan pada Little Bug bahwa semua profesi adalah mulia selama itu membawa manfaat dan kebaikan untuk orang lain, sehingga kita harus menghormati siapa saja yang kita temui terlepas apapun profesi mereka. Terima kasih, Pak petugas damkar... dedikasi Anda sungguh mengagumkan! Pantang pulang sebelum padam


*selama Little Bug exploring, Si Hubs dan saya gantian ikut mendampingi dan gantian juga ngobrol-ngobrol dengan petugas damkar di sana. Kami ikut belajar juga tentang tugas-tugas dan suka-duka para petugas damkar, sehingga bisa lebih menghargai profesi yang penuh dedikasi ini. Tak kenal maka tak sayang, bukan? Hehehe...

Thursday, October 17, 2013

Bubble-turned-into-Ice cream dough

Sewaktu merencanakan kegiatan homeschool kami, saya menginginkan untuk sebisa mungkin memasukkan sensory play ke dalam kegiatan anak-anak. Masih dalam rangka mewujudkan keinginan itu, waktu 17an Agustus 2 bulan yg lalu, saya iseng membuat sensory play berupa Bubble Dough, terinspirasi dari blog post Creative Playhouse. Kebetulan di rumah salah buka kemasan sabun cuci piring (padahal di botol masih banyak), jadinya akhirnya nyoba buat dough yang sepertinya menarik teksturnya ini. Karena bertepatan dengan momen 17an, saya iseng membuatnya menjadi 2 warna: pink (maksudnya sih merah, tapi pewarnanya gak cukup gelap) dan putih.

Resepnya ngikutin yang di  Creative Playhouse: 1 cup maizena, ½ cup sabun pencuci piring, dan 2 sdt minyak goreng... yah kurang lebih dasarnya segitu, tapi prosesnya nambah sana-sini sampai akhirnya jadi deh si bubble dough itu!


Anak-anak langsung diungsikan ke halaman depan rumah supaya nggak bikin rumah terlalu kotor, jadi mereka juga lebih bebas bermain. Selain cetakan buat play-doh, saya juga keluarkan cetakan silikon buat kue. Alih-alih teksturnya seperti di blog tadi, eeeh ini teksturnya malah lebih mirip es krim! Jadilah Little Bug buka toko es krim dadakan... dan Baby Bird juga ikut-ikutan megang-megang sambil diawasi ketat oleh Mama (karena dough ini non-edible). Looks yummm... dan sepertinya akan mencoba membuat lagi dengan menggunakan jenis sabun cuci tangan deh, karena masih penasaran ingin mendapatkan tekstur seperti yg ditampilkan blog aslinya. You scream...I scream... we all scream for ice cream!!


Wednesday, October 16, 2013

Letting Go: Embracing the Chaos and Enjoy the Learning



October 16, 2013


Gak terasa, tau-tau sudah sebulan berlalu sejak terakhir kali menulis blog. Yes, I have problems with time management (keliatan kaan?), khususnya mengalokasikan waktu buat menuliskan kegiatan homeschool di rumah. Tapi, alhamdulillah foto-foto pada numpuk di file folder, nunggu dikompilasikan dan diceritakan, so it’s not all “lost” in time. Yah, I’m doing my best, and memang baru segini kemampuannya, hehehe... *wanna be better though, really!*

Anyways,  sejak terakhir kali posting ttg masa adaptasi, alhamdulillah sekarang-sekarang ini sudah jauh lebih tenang. Masih penyesuaian sana-sini, but alhamdulillah sekali I’ve learned to embrace the chaos and enjoy the learning. Embrace the “chaos” maksudnya sudah belajar untuk lebih legowo melihat rumah yg seperti kelewatan angin ribut. Ada bear counters di bawah meja, bekas paint di lantai teras belakang yg sudah mengering, potongan-potongan kertas (“pempek buatanku untuk Mama!” kata Little Bug) di sudut lantai ruang keluarga, tumpukan buku-buku yang habis dibaca di sana-sini, dan “chaos” lainnya yang dulunya mungkin membuat saya merasa “gerah” karena ingin punya rumah yg bersih. I knew it wouldn’t be possible with kids in the house, but I still had that *false* hope that I could be that supermom who could handle the mess, hahaha! My problem was that, theoretically I knew what to expect from having a house with 2 little kids in it, but putting theory into really accepting the reality were 2 different things.

Begitu pula dengan our homeschool routine. From books/blogs/articles, I knew that play is the main way to learn for kids. I knew that I should let learning flow naturally through play. I knew that I wanted my kids to really enjoy their childhood filled with play. I knew what my ideal homeschool days were supposed to be like. But knowing and actually doing are 2 very different things. And being an over-achiever and having a high need for control, it is still challenging (but not impossible) for me to “let go” and let the learning happen naturally.

Tadinya saya berusaha untuk membuat adanya tema bulanan yang akan menaungi kegiatan belajar Little Bug setiap bulannya, beserta kegiatan2 yang pre-planned yg saya siapkan sesuai tema tadi.  But, it wasn’t working--- Little Bug is still very young and has fleeting interests.. satu hari mau belajar tentang ayam, sorenya mau belajar tentang hiu. Padahal lagi belajar tentang makanan sehat, hahaha!  Dan saya perhatikan, memang benar bahwa kalau suatu hal tidak dianggap “penting” oleh anak, maka dia nggak akan melakukannya dengan semangat yg alami. Dia akan secara alami bersemangat melakukan hal-hal yg bagi dia “penting”, dan buat Little Bug, hal itu adalah bermain.
Saya sangat takut kalau memaksakan suatu kegiatan supaya sesuai dengan tema bulanan pada saat itu—walaupun dianya sendiri sih mungkin oke-oke aja belajar tentang suatu topik dari saya—in the long term akan menekan rasa ingin tahunya yang begitu besar. Padahal justru rasa ingin tahu itulah yg harus terus dipupuk sebagai fondasi belajar yang lebih formal nantinya ketika sudah memasuki usia SD dan seterusnya. Pada saat yang sama, saya juga masih ingin memberikan beberapa materi yang penting menurut saya (dan suami) untuk dipelajari oleh Little Bug sedari kecil. Nah,jadi muter otaklah sampai sekarang untuk berusaha mencari win-win solution that works.

Jadinya, saya mengalah. Instead of preparing a monthly theme, saya bebaskan Little Bug memilih apa yg ingin dia pelajari setiap harinya. Untuk sementara ini, saya nanya ke dia malam sebelum tidur.. “Besok mau belajar tentang apa? Mau main apa? Apa masih mau lanjutkan belajar/main yang tadi?” Dengan cara itu, malamnya (moga2) saya bisa sempat untuk men-google dan menyiapkan bbrp kegiatan yang berkaitan dengan keinginan Little Bug.

Seperti hari ini, Little Bug semalam bilang kalau dia ingin menjadi seorang Raja. Jadilah saya malam nyari ide tentang crafts yg berkaitan dengan “raja” dan nyiapin pagi-paginya, juga nyiapin buku yang ada kaitannya dengan si Raja itu. Nggak banyak-banyak yang disiapkan, hanya cadangan ide kalau-kalau Little Bug butuh extra encouragement. Dan buktinya, dari segambreng perlengkapan prakarya yg saya sediakan dalam sebuah nampan plastik, Little Bug tetap bebas memilih apa yg dia inginkan untuk digunakan dalam membuat sebuah mahkota raja untuk dirinya sendiri. Jadi saya menahan diri men-suggest apa-apa sehingga bisa menikmati melihat jalan berpikir si anak kecil ini dan hasil jerih payahnya sendiri.



In the future, saya ingin membuat sebuah “Invitation To Play” di meja kecil di ruang keluarga, yg isinya (usulan) berbagai elemen (mainan, buku, alat-alat, dsb) yang bisa dipakai untuk bermain sesuai tema tertentu atau suatu hal yg mungkin nanti menurut saya perlu untuk dipelajari oleh Little Bug. Ini masih still in progress sih, but I figured that it’s the best way to gently give extra play ideas that Little Bug can choose from, if he wants to. Selain itu, saya juga sudah mulai  bener-bener merampingkan daftar hal-hal yang saya ingin Little Bug pelajari, jadi itu saja yang saya kejar, sisanya bener-bener kombinasi dari bermain bebas dan pembelajaran dari kegiatan sehari-hari.

Alhamdulillah, so far so good.. it hasn’t been easy to let go and embrace the chaos, but I will try my best for the kids.. and I must say, it does feel good to have fun with the kids, even if it means that on some days you have to give kids a bath 5x a day and your back terrace floor is covered in painted footprints :)