Tahun ini, alhamdulillah Little Bug sudah berusia 5 tahun.
Which means.... inshaaAllah tahun depan kemungkinan besar sudah bisa mulai
jenjang SD. Berhubung mama adalah seseorang yang butuh banyak informasi sebelum
mengambil keputusan besar, maka keputusan soal kurikulum apa yang rencananya
ingin dipakai ketika SD pun sudah mulai dipikirkan dari sekarang.
Why? Toh masih lama kan ya?
Well, buat kami, menentukan kurikulum butuh pertimbangan
yang agak panjang dan balik lagi ke esensi
dan tujuan dari kami melakukan homeschooling itu sendiri. Yaitu sebagai
bagian dari ikhtiar supaya anak2 inshaaAllah bisa menjadi pembelajar yang:
- · mandiri,
- · suka belajar (apa saja) sepanjang hayat mereka (life long learner & loves learning),
- · berpikiran terbuka dan kreatif,
- · bisa menemukan passion & bakat mereka dan punya waktu untuk mengembangkannya...
sehingga bermanfaat untuk dirinya & masyarakat... and most
importantly, mereka bisa bahagia dunia & akhirat.
Tapi sebagai orang tua, kami juga ingin ngasih “bekal” berupa jaring
pengaman. Selain doa dan ikhtiar, kami ingin anak2 nantinya inshaaAllah punya
ijazah atau some sort of certification. Selain buat benchmark dengan anak-anak
sebaya, juga bisa membuka opsi kesempatan buat melanjutkan pendidikan di
jenjang formal atau mengambil tawaran-tawaran yang memerlukan persyaratan
ijazah. Kita nggak bisa meramalkan masa depan, kan? Jadilah kami sekarang sedang mempertimbangkan
mau pake kurikulum apa.
Pilihan alternatif sejauh ini ada 2: Cambridge dan kurikulum nasional
(kurnas) 2013.
Cambridge kami jadikan alternatif pilihan karena mereka menawarkan sebuah
kurikulum yang stabil (sudah dipakai lama sekali), ujiannya juga jelas (dinilai
di Cambridge-nya sendiri dan sejauh ini belum dengar ada permasalahan dlm hal
validitas, kebocoran soal, kesulitan yg gak jelas, dsb) dan terbuka buat siapa saja, termasuk anak homeschooling. Selain itu, kebetulan
(sudah diatur Allah) suami tiba2 dapat review dari kolega si Hubs (yg anaknya
pakai Cambridge dan kini 21thn) bahwa pendekatan yg digunakan holistik sehingga
kolega tsb sangat puas dengan cara berpikir anaknya. Jadi bukan hafalan semata,
melainkan aplikasi dan problem solving. Ada teman yang bilang juga kalau proses
evaluasi Cambridge ya bergantung pada keseluruhan proses belajar dari
awal-akhir tingkat, jadi bukan sekedar menjawab soal tapi dinilai juga proses
berpikir siswa untuk mencapai jawaban tersebut. Jadi harusnya gak perlu lagi
tuh sistem-kebut-semalam atau stress yg gak perlu karena takut nggak bisa jawab
soal. Oh ya, sertifikasi Cambridge ini
juga dipakai/diterima di banyak negara di dunia dan di Indonesia juga bisa
digunakan untuk mendaftar di beberapa PTN yg bagus. Hanya hambatannya adalah
kalau mau meneruskan ke jenjang pendidikan formal SD-SMA, harus masuk ke
sekolah yg pakai kurikulum yg sama, yakni sekolah internasional—biayanya jelas
jauh di atas sekolah negeri atau swasta biasa. And last but not least, it’s all
in English. Hmm.. mungkinkah Little Bug bisa mengikutinya? Kalau jadi pilih
ini, berarti setahun ke depan harus mulai menguatkan Bhs.Inggrisnya dlm
kehidupan sehari2 dan dalam berkegiatan... well, at least we’ve still got a
year, hehehe!
Alternatif ke-2 adalah kurnas 2013. Per tahun lalu, diknas mulai
menerapkan kur 2013 untuk kls 1 dan 4, dan katanya sih tahun2 ke depan akan
pakai kurikulum ini. Materinya berupa tema-tema yang mengintegrasikan beberapa
pelajaran dasar dalam tema tersebut. Jadi, dalam 1 tema sudah ada pelajaran
Bhs.Indonesia, matematika, dsb.
Kedengarannya cukup menarik dan lebih sesuai untuk anak2. Buku ajaran dan
buku pegangan guru juga bisa (dan sudah) di-download gratis dari internet.
Setelah tanya-tanya ke bbrp teman yang anaknya pakai kur2013, responsnya cukup
positif. Hanya saja, kurikulum ini masih baru... dan entah brp lama akan
dipakai?
Sebenarnya, yg saya takutkan hanya kebijakan pendidikan Indonesia yg suka
bergonta-ganti nggak jelas, tergantung dengan mentrinya, kabinetnya,
politiknya. Takutnya nanti ada UU atau aturan ttt yg menghambat anak-anak untuk
melakukan penyetaraan hasil belajar mereka, sehingga bisa menghambat mereka di
kemudian hari. Atau bisa jadi kurikulumnya masih berganti-ganti, krn yg sekarangpun
cukup mendadak pergantian dan pelaksanaannya. Atau bisa juga evaluasi hasil
belajarnya yang “ajaib”, sehingga nggak mencerminkan dengan tepat kemampuan si
anak. Tapi jauh di dalam hati (cieh) masih ingin anak punya ijazah nasional... namanya juga anak Indonesia, hidup di Indonesia..
Hmm, mungkin gak ya kedua kurikulum ini dijalankan berbarengan? That's what I'd like to find out. Karena siapa tau bisa, tanpa memberatkan anak atau memakan waktu yg terlalu banyak dari anak. So we can get the best out of both worlds....
We can’ty deny that we live in a world that needs certification of some
sort. So for that matter, I’ll be looking into these 2 curriculums fro the next
few months... *lots of reading to do* semoga Allah memberikan petunjukNya yg
paling baik untuk kami, amiiin....
Yosh, ganbarimashouuuu!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.