"Orang bisa karena terpaksa.." ---
itulah motto yang sering saya gunakan ketika bercanda mengenai kemampuan
memasak saya. Berawal dari kepindahan saya ke negeri orang untuk menemani suami
melanjutkan studi, di situlah saya "dipaksa" mengasah keterampilan memasak
saya. Pada waktu itu, sebagai pengantin baru, kemampuan memasak saya terbatas
pada merebus air, membuat mie instan, nasi putih, telur ceplok, dan bonus sop
sayur! Kalau menu makannya itu-itu saja gawat kan.. apalagi untuk membeli
makanan jadi takut tidak halal dan lebih boros di kantong, haha! Jadilah
persahabatan saya dengan masak-memasak dimulai di apartemen mungil dengan dapur
yang lebih mungil lagi! Dari belajar memasak yang sederhana, lambat laun saya
jadi berani untuk berkreasi aneka masakan yang lebih kompleks dari tanah air
maupun luar negeri. Dari yang tadinya nggak pernah masuk dapur, jadi betah deh
di dapur!
Nah, pulang ke tanah air membawa godaan tersendiri
untuk urusan masak. Paling besar adalah kemudahan untuk memesan makanan dengan
delivery atau beli makanan jadi. Apalagi dengan kehadiran bayi baru, sepertinya
memasak menjadi prioritas ke-sekian setelah mengurus anak-anak dan rumah. Dapur
berubah fungsi dari pusat insipirasi menjadi sekedar tempat “transit” makanan
sementara atau hanya digunakan untuk membuat masakan ala kadarnya.
Akan tetapi, menjelang usia 5 bulan, ternyata si
bungsu memiliki alergi makanan! Pipi bayinya yang mulus menjadi merah, padahal
dia masih full minum ASI. Setelah didiagnosis, ternyata alerginya cukup banyak,
di antaranya tepung terigu, kedelai, telur, coklat, dan gula pasir. Jadi,
sayalah yang harus diet supaya ASI yang diminum si bungsu tidak mengandung
bahan-bahan yang mengundang reaksi alergi. Dengan kata lain, tidak mungkin
untuk bisa asal beli makanan jadi—sebaiknya harus masak semuanya di rumah!
Jungkir balik rasanya di awal-awal ketika
menyesuaikan keseharian menu makanan kami dengan apa yang bisa dimakan oleh si
bungsu. Saya dan suami yang hobi mencicipi kuliner baru harus mengerem hobi
kami dan ke mana-mana harus membawa bekal makanan. Masakan kesukaan juga harus
saya modifikasi bahan-bahan maupun bumbu-bumbunya agar aman buat si bungsu.
Saya jadi kembali menghabiskan banyak waktu di
dapur sehingga membutuhkan pengaturan dapur yang nyaman, efisien, dan
terorganisir rapi. Ukuran dapur mungil tidak menghambat kita berkarya asal kita
bisa mengorganisir semua “peralatan perang” dengan rapi, mudah terjangkau
dan terlihat. Karena biasanya "out of sight, out of mind".. yg
tidak keliatan suka terlupakan sehingga akhirnya tidak bisa menginspirasi buat
mencoba berbagai macam resep.
Untung di dekat rumah ada toko Ace Hardware yang
lengkap dan sangat membantu kami ketika kami bingung harus bagaimana untuk
mengatur peralatan dapur kami. Karyawan Ace Hardware dengan sigap membantu kami memilih susunan rak
besi serbaguna, yang semua bagian-bagiannya bisa dipilih sesuai kebutuhan kami!
Kokoh, multifungsi, dan custom-made, harganya juga jauh lebih murah daripada
renovasi 1 dapur, hehehe!
Alhamdulillah, serasa dapat semangat baru dalam
perjuangan mengatasi alergi si bungsu. Karena peralatan memasak sudah rapi dan
mudah dijangkau, jadi semakin menginspirasi untuk mencoba aneka resep baru.
Dapur kami kembali menjadi pusat kehangatan keluarga dan inspirasi keluarga
untuk hidup lebih sehat. Suami yang tadinya sudah jarang memasak jadi kembali
menyalurkan hobi memasaknya ketika akhir pekan. Anak-anak juga jadi lebih
sering ikut membantu di dapur karena sudah lebih lega ruangannya, jadi muat
semua deh di dapur hehehe!
Terima kasih Ace Hardware the #HelpfulPlace sudah
membantu kami untuk mengembalikan dapur
kami menjadi ruangan yang nyaman dan menginspirasi kami semua untuk
hidup lebih sehat. Meskipun masih panjang perjuangan untuk mengatasi alergi si
bungsu, namun insyaaAllah kami akan kuat mengatasinya bersama-sama, dimulai dari
dapur kami sendiri!
#HelpfulPlace