Little Bug loves Legos. I mean really loves Legos. Karena emak-bapaknya juga sih, sama2 demen
mainan yang hitungannya layak dikategorikan sebagai “investasi jangka panjang”
ini alias menguras kantong, hehehe ;p Masih ingat ketika di Jepang dulu, saya
membeli Lego Duplo bekas dengan nominal yang lumayan, sampai ditanyain sama si
Hubs, “Are you serious?!?!?”... dan
alhamdulillah saya tetap kekeuh pada pendirian saya. I want my kids to play
with Lego & Duplo, dan alhamdulillah Little Bug dan Baby Bird memang sampai
sekarang nggak pernah bosan dengan mainan itu, hehehe...
Anyways, saya baru tahu kalau ada komunitas penggemar Lego
di Indonesia dan juga baru tahu kalau mereka suka mengadakan kompetisi
Lego/Duplo kalau ada pameran produk itu. Saya nggak tau sih penyelenggaranya
siapa, apakah ada pengurus klub itu yg menyelenggarakan atau mereka hanya menyediakan
media dan sisanya dilakukan oleh sponsor tempat pameran.. tapi saya pun excited
ketika tahu bahwa ada lomba yang lokasinya nggak jauh dari rumah Eyang Uyutnya
anak2. Jadi sambil berkunjung bisa mampir gitu.. Little Bug juga usianya sudah
cukup untk ikut dan saya pikir akan menjadi pengalaman yang menarik untuk dia
mengikuti lomba untuk pertama kalinya ttg suatu hal yg dia sukai.
Pada hari H, kami datang dengan semangat dan dengan pasukan
lengkap Eyang untuk menjaga Baby Bird, supaya saya bisa mendampingi Little Bug
ikut lomba. Judulnya sih Parent & Child competition, tapi peraturannya
adalah orang tua hanya mendampingi dan membantu bila diperlukan, bukan membuatkan hasil kreasi anaknya.
Setelah dijelaskan oleh panitia/juri, lomba pun dimulai! And OMG... para orang
tua pendamping-lah yg sibuk ambil ini-itu, sibuk membangun karya yg seharusnya menjadi karya asli anaknya. Mereka
tanpa malu atau sungkan sibuk sendiri membuatkan karya dari Lego Duplo, yang sebenarnya
diperuntukkan untuk anak umur 3-6thn itu. Anak-anaknya malah hanya dalam posisi membantu
melengkapi karya orang tua. Ada anak yang nggak mau pakai salah satu komponen
atau mau memasang yang lain, eh malah orang tuanya yg ngotot nggak boleh,
karena nggak sesuai dengan rancangan orang tuanya. Hasil bangunannya
canggih-canggih: apartemen tinggi, kapal laut besar, pesawat terbang yg
sophisticated, keren2 deh pokoknya--- tapi yaa itu, yang buat siapa duluuuu?
Hahaha... *tertawa getir*
Saya hanya terbengong-bengong dan pada saat itu berpikir
positif pada juri—bahwa mereka pasti akan mengurangi nilai peserta yang
menyalahi aturan itu dan pasti akan memberikan fair judgement untuk peserta
yang berkompetisi dengan jujur. Saya juga tetap memberikan dukungan pada Little
Bug, dengan bilang “Ayo Ganbatte! Kamu pasti bisa!” dan sesekali membantunya
mengambil parts Lego yang letaknya memang agak jauh, sesuai permintaan dia.
Saya sambil ngobrol dengan seorang ayah yang di sebelah saya, yang sepertinya
hanya dia yg sepaham dengan saya: bahwa ini ajang kreasi anak-anak, bukan orang
tuanya! Kami malah ngobrol tentang homeschooling sambil menyemangati masing-masing
anak, yg kebetulan juga umurnya hampir sama. Si ayah itu juga di awal lomba
bilang ke anaknya “Ade mau buat apa, terserah ya” dan nggak turut dalam “hikuk-pikuk”
orang tua lainnya. Saya pada saat itu juga memilih untuk fokus pada
menyemangati Little Bug untuk berkreasi sesuai keinginannya.. supaya dia juga
nggak terintimidasi dengan kreasi-kreasi lainnya yang “mentereng”. Saya berusaha
keras untuk tidak memfokuskan perhatiannya pada kecurangan yang terjadi untuk
menghidari Little Bug bertanya-tanya mengapa saya (sebagai Mamanya) tidak turut
serta berbuat curang seperti papa-mama yang lainnya--- toh orang tua lain
berbuat demikian, mengapa saya tidak?
Pada akhirnya, Little Bug berhasil membuat sebuah Rumah
Sakit Bawah Laut, bangunan yang terdiri dari 2 lantai dan lantai atasnya bisa
dibuka-tutup. Dia menaruh balok bergambar TV, dot bayi, dan pensil, sebagai
lambang benda-benda yang terdapat di RS dengan fungsinya masing-masing. Dia
juga membuat kura-kura tangki (karena tempurungnya dari bagian mobil tangki
bensin), buaya, dan ubur-ubur laut. Selain itu, dia mengambil aksesoris kapal
laut dan tandu untuk fungsi gawat darurat. Cerita itu keluar dari imajinasi dan
kreatifitas anak 4 tahun 10 bulan, masyaaAllah! I was more than proud and happy
to see him create and be brave & confident enough to participate in the
competition. Anak yang cenderung introvert ini berani untuk tampil dan
berkreasi berdampingan dengan anak-anak lain (dan orang tua yang begitulah).
Dan yang terpenting, dia senang dan bangga dengan hasil karyanya sendiri... ada
intrinsic reward dari kerja kerasnya itu. Dan itulah yang tak henti-hentinya
saya puji.. bahwa Little Bug sudah jujur, berusaha keras, dan berani berkreasi,
meskipun kali ini tidak menang perlombaan.
Tidak peduli bahwa akhirnya dia tidak terpilih sebagai
pemenang, he is a winner in my eyes. And I’m not a sore loser. Ketika penjurian, karya Little Bug dan temannya
tadi (yg sama sekali gak dibantu orang tuanya) nggak dilirik oleh juri. Para
juri terlena dengan kemegahan karya-karya yang mentereng, padahal anak-anak
nggak ada satupun yang diminta menceritakan kisah di balik kreasi mereka itu.
Saya yakin kalau anak-anak ditanyai, pasti mereka akan sulit menjawab.. karena
bukan hasil karya mereka sendiri. Ironisnya, hasil karya yang megah-megah itu
bahkan tidak difoto-foto oleh orang tuanya... ya iyalahhh, ngapain foto-foto
dan heboh terhadap hasil karya sendiri?? Unlike me, the overly-happy-and-proud-mommy
that took lots of pictures of Little Bug’s creation.
Hasil karya yang
menang adalah hasil karya orang tua yang berambisi untuk menang dengan
menghalalkan segala cara. Mereka rela mencontohkan ke anak-anak mereka bahwa
kemenangan adalah segalanya, meskipun hal itu dicapai dengan kecurangan. Lebih
parahnya, kecurangan itu dilakukan tanpa malu-malu/sembunyi-sembunyi, padahal
sudah dijelaskan dengan suara lantang oleh juri sebelum mulai pertandingan.
Well, juri yang sama akhirnya terlena dengan karya yang “wah” itu, so.. percuma
juga saya mempertanyakan “keputusan juri yang tidak dapat diganggu-gugat”.
Semuanya hanya demi hadiah sebuah Duplo set dari pihak
sponsor. Anak-anak yang tidak dipercaya oleh orang tuanya sendiri akan kemampuan
mereka untuk berkreasi sendiri. Anak-anak yang dilindungi dari kegagalan dan
kekalahan. Anak-anak yang diajarkan bahwa kalau orang lain berbuat curang,
kenapa kita nggak ikutan berbuat curang? Sayang sekali pada hari itu, kekuatan
mainan Lego Duplo berupa kreativitas dan originalitas anak-anak, tidak mampu
menang melawan kecurangan orang tua yang mengatas-namakan rasa cinta mereka
untuk anak mereka. Tapi alhamdulillah, hari itu Little Bug mendapat pelajaran
yang amat berharga tentang kejujuran, sportivitas, percaya diri, dan kerja
keras. Mungkin dia belum menyadarinya, tapi hal-hal tersebut jauh lebih
berharga daripada sebuah set Lego Duplo yang menjadi hadiah perlombaan itu. We’re
prouf of you, Little Bug... yoku ganbatta, ne! Otsukaresamadeshita!