Wednesday, May 03, 2017

Back To The Kitchen

"Orang bisa karena terpaksa.." --- itulah motto yang sering saya gunakan ketika bercanda mengenai kemampuan memasak saya. Berawal dari kepindahan saya ke negeri orang untuk menemani suami melanjutkan studi, di situlah saya "dipaksa" mengasah keterampilan memasak saya. Pada waktu itu, sebagai pengantin baru, kemampuan memasak saya terbatas pada merebus air, membuat mie instan, nasi putih, telur ceplok, dan bonus sop sayur! Kalau menu makannya itu-itu saja gawat kan.. apalagi untuk membeli makanan jadi takut tidak halal dan lebih boros di kantong, haha! Jadilah persahabatan saya dengan masak-memasak dimulai di apartemen mungil dengan dapur yang lebih mungil lagi! Dari belajar memasak yang sederhana, lambat laun saya jadi berani untuk berkreasi aneka masakan yang lebih kompleks dari tanah air maupun luar negeri. Dari yang tadinya nggak pernah masuk dapur, jadi betah deh di dapur!


Nah, pulang ke tanah air membawa godaan tersendiri untuk urusan masak. Paling besar adalah kemudahan untuk memesan makanan dengan delivery atau beli makanan jadi. Apalagi dengan kehadiran bayi baru, sepertinya memasak menjadi prioritas ke-sekian setelah mengurus anak-anak dan rumah. Dapur berubah fungsi dari pusat insipirasi menjadi sekedar tempat “transit” makanan sementara atau hanya digunakan untuk membuat masakan ala kadarnya.


Akan tetapi, menjelang usia 5 bulan, ternyata si bungsu memiliki alergi makanan! Pipi bayinya yang mulus menjadi merah, padahal dia masih full minum ASI. Setelah didiagnosis, ternyata alerginya cukup banyak, di antaranya tepung terigu, kedelai, telur, coklat, dan gula pasir. Jadi, sayalah yang harus diet supaya ASI yang diminum si bungsu tidak mengandung bahan-bahan yang mengundang reaksi alergi. Dengan kata lain, tidak mungkin untuk bisa asal beli makanan jadi—sebaiknya harus masak semuanya di rumah!


Jungkir balik rasanya di awal-awal ketika menyesuaikan keseharian menu makanan kami dengan apa yang bisa dimakan oleh si bungsu. Saya dan suami yang hobi mencicipi kuliner baru harus mengerem hobi kami dan ke mana-mana harus membawa bekal makanan. Masakan kesukaan juga harus saya modifikasi bahan-bahan maupun bumbu-bumbunya agar aman buat si bungsu.


Saya jadi kembali menghabiskan banyak waktu di dapur sehingga membutuhkan pengaturan dapur yang nyaman, efisien, dan terorganisir rapi. Ukuran dapur mungil tidak menghambat kita berkarya asal kita bisa mengorganisir semua “peralatan perang” dengan rapi, mudah terjangkau dan terlihat. Karena biasanya "out of sight, out of mind".. yg tidak keliatan suka terlupakan sehingga akhirnya tidak bisa menginspirasi buat mencoba berbagai macam resep.


Untung di dekat rumah ada toko Ace Hardware yang lengkap dan sangat membantu kami ketika kami bingung harus bagaimana untuk mengatur peralatan dapur kami. Karyawan Ace Hardware  dengan sigap membantu kami memilih susunan rak besi serbaguna, yang semua bagian-bagiannya bisa dipilih sesuai kebutuhan kami! Kokoh, multifungsi, dan custom-made, harganya juga jauh lebih murah daripada renovasi 1 dapur, hehehe!


Alhamdulillah, serasa dapat semangat baru dalam perjuangan mengatasi alergi si bungsu. Karena peralatan memasak sudah rapi dan mudah dijangkau, jadi semakin menginspirasi untuk mencoba aneka resep baru. Dapur kami kembali menjadi pusat kehangatan keluarga dan inspirasi keluarga untuk hidup lebih sehat. Suami yang tadinya sudah jarang memasak jadi kembali menyalurkan hobi memasaknya ketika akhir pekan. Anak-anak juga jadi lebih sering ikut membantu di dapur karena sudah lebih lega ruangannya, jadi muat semua deh di dapur hehehe!


Terima kasih Ace Hardware the #HelpfulPlace sudah membantu kami untuk mengembalikan dapur  kami menjadi ruangan yang nyaman dan menginspirasi kami semua untuk hidup lebih sehat. Meskipun masih panjang perjuangan untuk mengatasi alergi si bungsu, namun insyaaAllah kami akan kuat mengatasinya bersama-sama, dimulai dari dapur kami sendiri! 
#HelpfulPlace

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.