Saturday, October 29, 2016

Screen Sticks

By Arum Putri Budiani

Screen-time is probably one of the pandora-box issues that we parents have to deal with. Having digital-native kids who, literally, have the internet at the tip of their fingers, it's hard to put the limits on how much screen time that we feel not guilty of giving them. After all, screens can be useful as well as damaging.. so how do you balance their use as well as keep yourself from being a hypocrite about it? 


For our family, we've decided to reactivate our "screen sticks". Yup, 1 stick = 30 menit. Tiap anak dapat stick sejumlah umurnya dan bebas mereka gunakan antara Senin-Jum'at pada free choice activity time dan asalkan sudah sholat pada waktu yg terkait, misal kalau jam 1 siang mau menggunakan maka syaratnya sudah sholat dzuhur. Anak2 mendapat jatah stick sejumlah umurnya dan berlaku Senin-Jumat tanpa akumulasi. Mereka bebas mengatur penggunaan, toh kalau mau dipakai semua di awal minggu, tetap dalam batas yg buat saya (sbg ortu) nyaman dan mereka tidak akan mendapatkan jatah kembali sampai hari Senin berikutnya. Oh ya, 1 lagi syaratnya... tidak boleh dipakai ketika ada tamu di rumah, meski waktu tsb adl waktu free choice activity mereka. Manners first, right? 😉


Stick ini dipakai untuk bermain games di PC/tab atau menonton video2 tertentu di youtube. Stick tidak diperlukan kalau malam2 kami sekeluarga nonton TV bersama, karena ya isinya nggak jauh2 dari science, animals, or human interest hehehe 😄 Stick juga nggak perlu dipakai kalau mereka butuh mencari bahan di internet ketika kami sedang membahas topik tertentu. 


So far, it has worked tanpa ada drama or negotiations of any sort. Mereka bisa having fun dan belajar mengatur waktu, saya juga tetap nyaman dengan batasan waktunya. Win-win solution kan? Silakan dicoba, semoga bermanfaat yaa idenya 😊


Thursday, October 20, 2016

Bilingual Reader 2.0

Little Bug dan adik2nya adalah anak2 yg terlahir dengan internet (literally) di tangan mereka 😅 Meskipun demikian, saya yg old-school ini tetap mengajarkan mereka cara mencari informasi dengan menggunakan aneka macam buku referensi, dari almanak, ensiklopedia, bahkan kamus. Saya tahu, jauh lebih praktis untuk mencari informasi via internet... but just in case, hendaknya mereka dapat 'basic'-nya dulu sebelum ujung2nya kembali ke si mbah gugel hehehe 😂

Anyways, sejak awal kelas 2 SD ini, Little Bug mulai membaca chapter books untuk anak2. Berdasarkan sebuah artikel (link menyusul), saya mendapat informasi kalau setelah anak2 lancar membaca kalimat2 dan cerita sederhana, sebaiknya mereka lalu diajak membaca buku yang levelnya lebih sulit. Tujuannya agar mereka memperoleh kosa kata yang lebih sulit dan jarang digunakan dalam bahasa lisan. Selain itu, membaca cerita dengan plot lebih dalam akan memberikan kesempatan untuk belajar berempati dengan kehidupan/permasalahan si tokoh. Yup, lagi2 kembali ke keterampilan berempati, yang bisa dilatih salah satunya dengan membaca aneka cerita.

Kami mulai dengan pilihan antara 3 buku karangan EB White, yang mana Little Bug memilih yg berjudul The Trumpet Of The Swan. Setiap 2 hari sekali (2-3x seminggu) kami membaca bersama 1 bab--- terkadang bergantian tetapi seringnya dia membaca dengan keras dan saya duduk di sampingnya sambil mengawasi bacaannya. Ketika ada kosa kata yang tidak dimengerti, Little Bug menggunakan Google Translate dan mengetik sendiri kata yg ingin diterjemahkannya. Kami lalu melihat aneka definisi sekaligus belajar berbagai komponen (kata benda, kata kerja, dkk) dan aneka kosa kata dalam Bhs. Indonesia. Selain itu, dia sekalian berlatih spelling dengan sendirinya (karena kalau salah ketik, maka terjemahannya pun akan salah, kan?). Sekali mendayung, 1-2 pelajaran terlampaui hihihi 😉 Terakhir, di setiap akhir bab, kami berdiskusi mengenai isi bab tersebut. Selain melatih secara riil keterampilan menceritakan kembali isi sebuah tulisan, saya juga mengajaknya untuk berempati terhadap tokoh2 di dalam cerita tsb serta mengecek pemahamannya terhadap isi bab tadi. Awal2nya agak sulit, namun lama2 semakin terbiasa dan jadinya dia semakin berpikir ketika membaca, nggak hanya membaca kata2 tanpa berusaha memahami isi tulisan tsb. Paling sebel kan kalau anak2 habis membaca suatu buku lalu ketika ditanyakan apa isi bacaan tsb, mereka menjawab "nggak tahu" ... grrr... itu sih saya yah hahaha 😁

Anyways, ini adalah salah satu kegiatan kami bersama.. anak2 belajar, mamanya juga ikut belajar kosa kata... contoh nyata bahwa mama nggak perlu tahu semuanya, karena bisa dicari tahu bersama-sama. We are life-long learners, right? 😊

Wednesday, October 19, 2016

Having fun with process art

By Arum Budiani
Oct. 19, 2016

Weekend kemarin, anak-anak melakukan process art berupa storytelling painting. Process art, sesuai namanya, adalah kegiatan seni yang lebih terfokus pada proses pembuatannya--bukan hasil akhirnya. Jadi, tidak ada tujuan produk jadi tertentu seperti halnya karya seni biasa. Anak-anak bisa membuat karya seni dengan santai dan sesuka hati mereka dan pengalaman ketika berkreasi itulah yang menjadi esensi kegiatan ini.

Storytelling painting kali ini menggunakan aneka karakter mainan yang memiliki "jejak".. jadi anak-anak bebas menggunakan cat tempera untuk membuat jejak kaki/roda di atas kertas yang besaaar! Yup, saya sengaja mengeluarkan kertas ekstra besar untuk kegiatan ini... karena permukaan yg lebih luas juga memberikan kesan bahwa mereka punya kebebasan lebih untuk berkreasi sesuka hati, hehehe! Cat temperanya juga yang 100% washable plus dialas taplak plastik yang besar pula, jadi easy cleanup afterwards. Segitu, Si Hubs masih kaget melihat "berantakannya" hahaha... maklum, biasanya kami melakukan process art di kala weekdays.. jadi dia kan di kantor, sampai rumah dah terima produk akhirnya hahaha!

Diawali dari jejak harimau.. lalu ada penjelajah yang mengikutinya.. ditambah dinosaurus, pinguin,  mobil-mobil, bahkan sebuah bola bekel juga ikut meninggalkan jejaknya! There's no limit on their imagination, just make sure you have enough paper and paints, hehehe!