Monday, December 09, 2013

Lessons Learned at the Hospital



Sejak hari Jumat siang kemarin, Little Bug untuk ke-2 kalinya terkena virus demam berdarah. Kali ke-2 di RS yg sama, namun dengan jenis kamar yang berbeda dan pengalaman (sejauh ini) yg berbeda pula. Dulu waktu pertama kali terkena DBD, saya belum begitu menjalankan konsep peaceful parenting/positive discipline. Tapi setelah hampir 2 tahun berlalu sejak saat itu, sekarang saya alhamdulillah bisa melihat situasi ini dengan kaca mata yang cukup berbeda. Berhubung sepertinya lagi banyak yang pada sakit, saya ingin share aja pengalaman & pembelajaran saya.. siapa tahu bisa membantu ;) Pake pointers aja deh ya, biar ringkes bacanya...

1.       Trust your mommy-gut (or daddy-gut). Sebagai orang tua dan pengasuh UTAMA, sudah sewajarnya dan seharusnya kita adalah orang yang paling mengenal keadaan anak kita sendiri. Jadi meskipun suhu di termometer menunjukkan angka sekian, tapi kondisi anak kita terlihat/terasa ada yang berbeda dari biasanya pada suhu segitu, dengarkanlah kata hati dan intuisi kita sbg orang tua. Better safe than sorry.

 Little Bug seringkali pada suhu 39C masih kesana kemari dan melakukan hal yang dia sukai seperti biasanya, tapi waktu kemarin terlihat lebih ngantuk daripada biasanya, jadi langsung deh meluncur ke UGD siangnya. Dan ternyata beneran positif DBD, padahal baru demam hari pertama... oh well!

2.       Be honest & communicative with your child. Daripada dibohongi dengan kata-kata manis “Nggak akan sakit kok!”, simply tell the truth about the medical procedures that will be performed. Kalau akan diambil darah/disuntik/dipasang infus dll, diceritakan ke anak apa saja yang akan terjadi dengan singkat dan sederhana sebelum proses itu dilakukan. Jadi anak punya bayangan apa yang akan terjadi, nggak seperti binatang yang nggak tau apa-apa trus lalu disuntik tanpa penjelasan apapun.  And don’t ever lie about the pain! Disuntik sakit, apalagi kalau untuk ambil darah dan pasang infus. Tapi kita bisa bilang bahwa sakitnya akan sebentar saja kalau dia bisa memberanikan diri untuk tetap diam dan membolehkan perawat melakukan tugasnya. Kalau kita bohong tentang prosedur medis itu, anak akan merasa bingung dengan penjelasan kita.. katanya nggak sakit, tapi kok sakit ya?? Kalau diawali dengan kebohongan, rasa percaya jadi terpengaruh, jadinya akan lebih susah membujuk agar mau kooperatif untuk tindakan medis selanjutnya. A little trust in the beginning goes a long, long way... asalkan kita juga gak selalu bilang “iya Nak, besok kita pulang ya..” padahal masih lama perkiraan di RSnya ;p  


3.       Acknowledge our child’s feelings dan yakinkan bahwa kita akan selalu di sisinya mendampingi. Anak perlu diakui dan diterima perasaannya mengenai sakitnya dan prosedur medis yang terjadi. Wajar saja kalau anak merasa takut, marah, sedih, bingung, dll, kita aja yang dewasa bisa merasa demikian, kenapa anak kecil nggak boleh?? Jadi pengekspresian berbagai perasaan tersebut sebaiknya diterima dan dibiarkan. Dalam segala prosedur medis, anak perlu diingatkan dan diyakinkan kalau kita ada bersama dia menjalani proses pengobatan ini, bukan melawan dia (yang akan dia rasakan kalau kita dari awal membohongi/mengancam macam-macam). Jadi kalau anak nangis meraung-raung minta pulang atau tantrum karena nggak suka dengan infus yang nempel di tangan, kita bisa membantu dia me-label perasaan tersebut dan penyebabnya. Nggak usah kasih solusi, cukup mendengarkan. Listen. Love. Comfort. Dengan kita menunjukkan bahwa kita berempati dengan perasaan dia.. itu sangat2 membantu lho!  

Little Bug setiap siang ada sesi mengeluarkan isi dari “emotional backpack” miliknya. Semua emosi dan perasaan yang ia pendam selama hari itu dikeluarkan dalam tangisan di pelukan saya. Kalau 2 thn lalu saya hanya tahu dia tantrum2 karena akumulasi stress, alhamdulillah kali ini ketika hal ini mulai terjadi, saya bisa mempraktekkan apa yang saya pelajari dari artikel2 dan buku2 parenting yang saya baca soal peaceful/gentle parenting. Selau dimulai dari acknowledgement, dan berlanjut dari situ. Kalau dulu saya merasa bingung menghadapi tantrumnya Little Bug, alhamdulillah so far saya lega karena dia bisa menangis dalam pelukan saya sampai dia merasa lebih baik. Dan tangisan itu baru bisa keluar setelah saya membantunya me-label perasaan yang dia rasakan dan kemungkinan alasan dia merasa demikian (tapi terlalu takut untuk mengungkapkan atau bingung mengungkapkannya). Dan kami berpelukan lamaaaa sekali.... :) 
 
4.       Kalau mau membujuk anak, sebisa mungkin gunakan alasan yang logis,masuk akal, dan nggak menakut-nakuti dengan hal yang tidak wajar.

Tetangga kamar saya waktu awal masuk kamar, nangis meraung-raung minta pulang. Yang satu lagi nggak mau makan. Yang saya dengar sayangnya adalah ancaman, bahwa nanti dokter datang dan marah.. dan ancaman akan dicubit kalau nggak mau makan. Saya hanya bisa geleng-geleng. Anak yang nangis meraung-raung, bukannya dibantu untuk bersahabat dengan perawat/dokter (supaya lebih kooperatif dengan mereka), malah ditakut-takuti dengan bayangan dokter yang marah. I don’t think that will help. Kalau hukuman fisik, jelas-jelas nggak ada manfaatnya, titik.
Alhamdulillah Little Bug kali ini jauh lebih kooperatif dalam hal makan-minum-prosedur medis lainnya. Selalu kuulang-ulang manfaat dari makan & minum yg banyak untuk mengusir kumannya keluar dari tubuhnya, supaya bisa cepat pulang ke rumah, dengan konsekuensi makin lama di RS klo males2an makan + minum. Kalau dulu reward tambahannya adalah tiap hari dapet 1 mobil2an kecil, sekarang dia malah mintanya Lego *gubrak*

5.       Hormati tetangga di kamar (kalau ada).

Dulu waktu diopname dapet kamar yg sendiri, naaah kali ini semua kamar penuh dan tinggal 1 bed lagi di ruangan yg ber-3. Okay, sebenernya nggak apa-apa, tujuan minta kamar sendiri terutama supaya Baby Bird bisa leluasa main di dalam ruangan RS, saya nggak bolak-balik ke rumah dan bisa nginap kalau malam. Alhamdulilah kamar yg ini cukup nyaman... kecuali ketika si adik sebelah dibelikan mainan yang nggak pakai volume control dan lagunya itu annoying sekali. Saya selalu mengandalkan buku2 cerita, stiker, buku gambar + alat gambar warna warni, dan mainan yg versatile seperti mobil2an/balok/figurine kecil2 untuk mengisi hari-hari di RS (di luar fasilitas TV yg ada). Perbedaan kali ini adalah hadirnya sebuah tablet PC yg ada game-nya, walopun berat hati tapi khusus untuk opname saya bebaskan dia untuk main kapan aja. Tapi insyaaAllah klo sudah pualng ke rumah sih balik lagi pakai jatah waktu hehehe ;p
Gangguan lain adalah ketika penunggu pasien bolak balik keluar-masuk ruangan dan pintu dibiarkan terbuka lebar. Belum lagi kalau sudah tau ada tetangga kamar yg tidur, bukannya pelan-pelan ngomongnya atau bertamunya, malah in surround sound 3D. Dan SKSD yang bukan pada saatnya, misalnya dengan sengaja memasukkan kepala untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh tetangga ruangan. Oh, boy...

6.       Take care of yourself.

Kalau bisa gantian jaga, gunakan waktu yang dimiliki untuk tidur, mandi, dan makan. Yang penting menyegarkan diri sebelum kembali berjaga lagi. Karena kalau kita capek + lapar, bawaannya marahhhh aja... not good..!
 
7.       Use this moment as a chance to improve your relationship with your child, realize your true priorities, and increase your efforts to be a better parent.

The 1st night I came hope to a quieter home, I cried. I suddenly realized that nothing else really matters as much as my children’s happiness with me at our own house. Why be so stressed about having a neat home when you have no laughter and fun coming out of it? What’s the use of cooking when you can’t enjoy it with the ones you love? Rumah memang saat itu cukup rapi.. tapi sepinya luar biasa... makanan RS juga jadi terasa sangat enak ketika dimakan berdua dengan Little Bug (krn dia nggak bisa habiskan porsinya, bukan karena aku yg kelaperan lhoo, hehehe). Intinya, saya brebes mili merenungkan keadaan saya sbg orang tua hingga saat ini.. dan bertekad insyaaAllah untuk mejadi Mama yang lebih baik.

Itulah sejauh ini yang saya bisa ambil hikmah....
Semoga bisa membantu.. dan semoga kita semua nggak harus diuji dengan anak yang sakit sebagai pecut untuk memperbaiki diri menjadi orang tua yang lebih hebat lagi!

Now, going off to catch some Zzz’s sebelum besok insyaaAllah jaga lagi di RS... oyasumi nasai!

8 Dec. 2013

Wednesday, November 13, 2013

Starting the day with Mom-n-Me time



Homeschool dengan 1 anak balita dan 1 anak batita itu buat saya seperti berdansa. Tapiiii.. langkah-langkahnya gak ada yang pasti, hanya bisa baca berbagai artikel dan buku ttg cara2 orang lain melakukan langkah2 dansa mereka dan berharap ada yang bisa kita tiru. Little Bug itu sebenarnya sangat dekat dengan saya.. tapi akhir-akhir ini si Baby Bird sudah mulai protektif sama saya, jadi kakaknya nggak boleh dekat-dekat, apalagi main berdua saja. Kasian juga sih si kakak, tapi sepertinya ini proses yang normal untuk usia Baby Bug yang sedang dalam proses menuju mandiri dan berusaha mengenali ke-aku-an dirinya.  

Kalau baca artikel, ada anjuran untuk menyediakan quality time 1-on-1 dengan masing2 anak. Teorinya sih begitu, tapi kalau adiknya belum bisa disuruh main sendiri kan susah.. apalagi jam tidur sama, kamar tidur (masih) sama, dan kadang si Hubs dinas ke luar kota jadi nggak ada tandemnya. Tadinya saya bicarakan baik2 dgn Little Bug, meminta pengertiannya untuk ngalah dulu dengan adiknya. Tapi, namanya juga masih kecil, lama2 sedih juga dia.. dan buntutnya ke mana2. Dia jadi lebih susah diajak kerjasama, lebih cenderung menggoda adiknya, nggak mau main bareng adiknya, moodnya jelek seharian, dan wajah sedih dengan mata sayu itu yang bikin nggak kuat.... huaaaa... sampe nangis deh mikir gimanaaa caranya supaya bisa bagi waktu antara mereka berdua, kerjaan rumah, waktu pribadi saya, dan waktu istirahat, tanpa kehilangan kesabaran saya. 

Nggak sengaja pada suatu pagi, Little Bug bangun duluan dan berhasil untuk tidak membangunkan adiknya ketika keluar kamar. Dia langsung bersemangat untuk mengajak saya main. Nah, saya biasanya pagi2 kesana kemari melakukan pekerjaan rumah yg belum dilakukan atau baca-baca artikel yg perlu (tadinya, pagi2 adalah me-time buat saya mumpung anak2 masih tidur), sempat akan menolak dan tergoda untuk bilang “..... menit lagi ya, Mama selesaiin ini dulu..” atau “nanti dulu ya, Mama beresin .... dulu”.  Tapi karena saya tahu kalau kesempatan main berdua itu suka susah dan unpredictable, akhirnya saya tunda semuanya dan meng-iya-kan ajakannya untuk main.

Saya bilang ke Little Bug, “mainnya sampai jam segini ya/atau sampai adik bangun ya (mana yg duluan), lalu mama butuh waktu untuk selesaikan kerjaan rumah” dan dia setuju. Dengan girang dia membawa saya masuk ke dunia Lego-nya, asyik bercerita sana-sini.  Atau waktu itu pernah juga kami membaca buku bersama, berdua saja tanpa “gangguan” dari Baby Bird yang selalu bersemangat untuk “ikut” membaca cerita. 



Memang waktunya nggak lama dan nggak bisa dipastikan setiap harinya, kadang 30 menit, kadang bisa sampai 1 jam, kadang nggak bisa sama sekali. Tapi dengan dia tahu kalau saya berusaha untuk menyediakan waktu berdua setiap pagi (walaupun kadang berhasil dan nggak) sepertinya mem-boost rasa secure-nya terhadap kasih sayang saya. Karena ya mungkin buat anak kecil kadang yang terlihat adalah Mama yang mem-favorit-kan si adik, padahal nggak begitu. Untuk sebuah isu yang menurut saya cukup sensitif dan rumit, ternyata solusinya cukup simple untuk Little Bug yang berhati sensitif ini, yakni memkhususkan waktu untuk bener-bener berdua saja, seolah-olah seperti men-charge “batere” Little Bug dengan energi positif untuk sepanjang hari itu.

Setelahnyaaaa... Little Bug sangat kooperatif membantu saya dengan pekerjaan rumah dan juga mengajak adiknya main bersama ketika saya butuh untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dengan 2 tangan (as opposed to sambil menggendong Baby Bird dengan tangan satunya lagi hehehe). Alhamdulillah juga nggak perlu memakai babysiter elektronik, walaupun kadang untuk pekerjaan yang benar-benar butuh waktu lama saya masih izinkan mereka nonton DVD sampai saya selesai aja. 

Jadi, mungkin ini adalah cara kami untuk memulai hari.. diawali dengan waktu khusus berdua, sisanya yaa dijalani kemudian. Cucian bisa ditunda... artikel bisa di-bookmark untuk dibaca saat senggang...  rumah boleh jadi berantakan. Tapi yg paling penting Little Bug mendapatkan quality time yang stabil di awal hari.. energi positif untuk hari itu.. dan moga2 bisa semakin lancar hari2 homeschool kami. Sedikit demi sedikit menemukan ritme yang paling pas untuk keluarga kami :)

Monday, November 11, 2013

Playdate Pertama

Hari Sabtu tgl 9 Nov. 2013 kemarin, akhirnyaa diadakan playdate pertama dari keluarga yang ber-HS di Bogor. Nggak semuanya bisa datang, tapi yang datang cukup ramai, ada 2 keluarga lain dengan anak-anak mereka. Total ada 4 anak laki2 dan 2 anak perempuan, yg laki2 usianya berdekatan antara 4-6.5 thn, yg perempuan masih di bawah 2 thn.

Kenapa dipilih untuk playdate pertama di rumah? Karena anak-anak belum pada kenal, jadi mendingan di tempat yang non-publik dan juga dengan areal yang sempit (bukan di taman, misalnya) supaya anak-anak lebih besar kesempatannya untuk berinteraksi satu sama lainnya. Namanya juga baru kenal (dan masih anak2), nggak bisa juga dipaksa untuk "langsung" berteman dan ngobrol atau main bareng. Awalnya pada main sendiri-sendiri, tapi lama-lama mulai deh yg satu lihat mainan anak yg lain, trus ada dialog.. trus ada anak yg lain ikut nimbrung dan berinteraksi. Ada juga anak yang awalnya main sendiri dulu.. setelah merasa nyaman baru mulai mencoba ikut berinteraksi dengan anak-anak lainnya. Yah pokoknya alami saja kami membiarkan anak-anak itu bermain dan berinteraksi, entah apa yang menjadi topik pembicaraan mereka. Yang kasihan adalah ketika anak-anak udah mulai akrab, eeh waktunya pulang deh! Hahaha.... at least dihibur dengan makan snack brownies dan stik pudding coklat plus jus buah sebelum pulang :)



Oh ya, selama anak2nya pada asyik main, emak-emaknya pada asyik ngobrol dan sharing, lalu menggodog juga rencana kegiatan selanjutnya dan nama klub anak-anak HS Bogor. Mikir sana-sini akhirnya diputuskan untuk menamakan klub anak-anak HS Bogor dengan nama:

KLUB HIJAU

Kenapa hijau? Yah karena kalau mendengar nama kota "Bogor", image yang terbentuk adalah kota yang hijau dengan pepohonan yang rindang di mana-mana. Selain itu, angkotnya juga hijau, hahaha :D
Anyways, insyaaAllah Klub Hijau akan mengadakan kegiatan bertema perdananya di hari Kamis tgl 14 Nov besok, supaya anak-anak yang kumpul kemarin nggak keburu lupa satu sama lain. Selanjutnya mungkin kegiatan klub akan berjalan dwimingguan, dengan tempat yang sesuai kegiatan. Horayyy untuk Klub Hijau!

Wednesday, November 06, 2013

Belajar tentang bagian buku



Nov. 6, 2012

Pagi ini sewaktu mom-n-me-time dengan Little Bug, dia mengeluarkan playmat dinosaurus yang ada beberapa miniaturnya. Playmat ini kado ulang tahun dari seorang teman 2 tahun yang lalu, tapi berhubung Little Bug baru-baru ini saja tertarik dengan dinosaurus, jadi seolah2 baru kali ini dimainkan dengan makna yg lebih besar daripada dulu ketika dapat kado itu.

Di playmat itu terdapat beberapa nama dinosaurus (sesuai miniaturnya), dan Little Bug tiba-tiba berinisiatif mengambil salah satu buku dinosaurusnya dan mencari tahu informasi tentang apa makanan si dinosaurus tsb. Nah karena dia akhir-akhir ini selalu membaca buku itu, maka dia setengah hafal letak bagian beberapa jenis dinosaurus tertentu di dalam buku tersebut. Tapi nggak sengaja tercipta sebuah kesempatan untuk saya tadi pagi mengajak dia untuk mencari letak halamannya dengan melihat pada daftar isi yg kebetulan ada di bagian depan buku itu. Awalnya dia nggak mau, tapi saya ajak dia untuk melihat huruf depan dari nama jenis dinosaurus yang dia cari dan untuk melihat apakah ada di daftar isi atau tidak. Setelah ketemu (kalau kebetulan ada—nggak semuanya ada), saya tunjukkan nomor halaman dan Little Bug lalu mencarinya sendiri sampai ketemu.


 Selain itu, kami juga membaca buku cerita lainnya ttg dinosaurus. Kalau selama ini Little Bug selalu meminta saya membaca seluruh bagian buku dari depan sampai belakang secara berurutan (termasuk paragraf ringkasan isi buku di bagian sampul belakang buku), maka kali ini saya membacakan bagian paragraf ringkasan isi buku yg di sampul belakang itu segera setelah saya bacakan judul bukunya (di sampul depan). Awalnya dia protes, kenapa yang paling belakang dibaca duluan. Lalu saya jelaskan kalau itu adalah ringkasan isi buku, yg bisa membantu kita untuk memutuskan apakah mau/tidak membaca/meminjam/membeli buku itu tanpa melihat langsung seluruh isi bukunya. Saya contohkan saja kalau di toko buku bagaimana, dengan kondisi buku disegel plastik. Atau kalau saya mau beli buku online.

Memang, ini adalah pembelajaran sederhana. Namun menurut saya penting untuk tidak dilupakan di era yang serba gadget & mesin pencari ini. Kita memang dimanjakan dengan teknologi search engine yang akan mencarikan apa saja yg kita inginkan hanya dengan sebuah click, apalagi bisa sedetil yang kita inginkan. Semuanya dijabarkan dalam 1 layar, tanpa batas. Click artikel yang satu, kalau tidak ada informasinya, tinggal click artikel lainnya pada daftar, terus saja begitu dengan hanya modifikasi kata kunci saja. Sedangkan pada buku, tidak ada satu buku yang memuat segalanya, dan butuh usaha lebih untuk mencari informasi yang kita inginkan. Itu yang Little Bug sadari ketika buku dinosaurusnya yg satu (dengan gambar kartun dan cerita yang sederhana) ada informasi ttg spesies dinosaurus tertentu, sedangkan di buku yang satunya lagi tidak (padahal terkesan lebih lengkap, nah ternyata tidak jaminan, toh?). Ini masih belum masuk pembahasan tentang cara mencari topik via index belakang buku dan cara membaca kamus yah, hahaha... ntar insyaaAllah seiring dengan perkembangan bahan bacaan dan usia Little Bug :)

Proses mencari halamanyang satu-demi-satu membolak-balik kertas halaman buku juga terlihat sebagai suatu hal yang old-school­-ish jika dibandingkan gerakan swipe yg luwes pada permukaan tablet. Di sini Little Bug juga mengasah keterampilannya meng-handle halaman buku dengan jenis bahan yang berbeda-beda. Dari dulu berupa boardbook kokoh waktu bayi (digigit, diemut, dibanting, diraba-raba), kertas mengkilap yg agak tebal, kertas majalah, sampai kertas yang tipis di buku “kuno” milik saya dulu waktu kecil. Dan dia benar-benar harus memperhatikan angka halamannya, karena nggak ada tuh loncatan langsung ke halaman tertentu dengan hanya mengetikkan nomor halaman itu. It takes time, perseverance, and number skills.

Well, this is just how my family does things. We are a book-lover family and we try to grow a love of reading in our 2 kids. We are not anti-technology or anything, but we simply choose to give our kids gadgets later on in their life, minimalizing their use in their early years. Yes, they’ve seen and used tablets before (not ours, but relatives’ and friends’—only took them a few minutes to figure out and catch on how to use them). And si Hubs & I do use a computer/laptop in our daily life, we read a lot of articles/journals/e-books as much as our eyes permits (they tire more than real books). We also use the search engines with Little Bug on various topics, just to complete the books that we have/don't have.We have a TV set too, but used only if they feel  like watching cartoons/certain TV shows/DVDs.  But other than that, it’s just basic minimal-electronic, hands-on learning materials for the kids. Oh, Little Bug hasn’t uttered the words “I’m Bored” or “I don’t know what I can do” until now... so there’s my gadget-free gurantee that gadget-based entertainment is not essential to kids’ “fun” or well-being.... :)

Friday, October 18, 2013

Kunjungan Ke Markas Pemadam Kebakaran



 (Agustus 2013)


Ini adalah “field trip” pertama keluarga kami setelah memutuskan untuk homeschool. Little Bug dari kecil selalu terpesona dengan truk pemadam kebakaran. Itu adalah salah satu kata-kata pertamanya di Jepang dulu, “kako-kako” (sebenarnya pronounciation campuran Bhs. Jepang & bahasa anak kecil dari kata-kata “patrol car”, diatribusikan pada bunyi dari sirine mobil polisi dan truk pemadam kebakaran. Yang punya anak cowok dan tinggal di Jepang, pasti akan sangat familiar dengan kata-kata ini, hehehe). Di dekat tempat tinggal kami dulu ada 2 markas pemadam kebakaran, dan Little Bug selalu suka melihatnya kalau kita pergi jalan-jalan naik sepeda. Kecintaan itu berlanjut hingga di Indonesia, walaupun relatif lebih jarang kami temui dan dengar sirinenya kecuali kalau kebetulan lagi lewat di jalan raya. Di Kidzania, menjadi pemadam kebakaran adalah yang paling pertama Little Bug lakukan, dan dia sangat sangat terkesan!

Nah, untuk membuatnya semangat ber-homeschool, saya inisiatif untuk mengajaknya berkunjung ke markas damkar di Bogor. Kebetulan nggak jauh-jauh amat dan akhirnya saya beranikan diri untuk mampir sebentar untuk membuat janji dengan petugas di sana. Ada kejadian lucu, mereka sempat bingung ketika saya bilang kalau Little Bug “sekolahnya di rumah”—beberapa kali petugas piketnya bilang “Udah Bu, ke kantor aja untuk bikin surat kunjungan, tinggal sebut dari TK mana...” dan mereka baru ngeh kalau kami benar-benar sekolah di rumah setelah beberapa kali dijelaskan. Jadinya masuk kategori kunjungan keluarga, nggak perlu pakai surat2an, tinggal janjian hari Sabtu berikutnya dengan salah satu petugas piketnya.

 Naah, tiba deh hari Sabtu pagi berikutnya, kami janjian datang jam 10 pagi. Si Hubs yang tadinya masih nggak tau what-to-expect dari kunjungan ini lama-lama terkesan juga... alhamdulillah pas lagi nggak ada panggilan darurat apa-apa jadi semua petugas damkar yg lagi piket turun tangan menunjukkan ke Little Bug seluk beluk truk,  peralatan, dan berbagai perlengkapan petugas damkar.
Dengan baik hati, petugas menyalakan truk dan Little Bug naik ke dalam ruang kemudi. Pertama-tama dia langsung mencoba memakai helm damkar, hehehe..  biar serasa petugas damkar betulan, pak petugas menyalakan sirine sebentar (dan juga membunyikan klakson, beuh!) dan mengajaknya mendengar percakapan melalui radio HT di truk. Selesai dari ruang kemudi, mereka lalu naik ke atas atap bagian belakang truk untuk melihat perlengkapan pemadaman di atas sana (berupa selang-selang besar, alat penyemprot, dan juga ada tangga yg tinggi banget itu di truk lainnya), kemudian turun kembali dengan cara seorang damkar menyelamatkan korban kebakaran yang terjebak dari lantai atas gedung (digendong di punggung, piggy-back style).  Tak lupa Little Bug ditunjukkan alat pemompa air yang tersedia di dalam kompartemen truk,  jadi kalau-kalau tidak ada hidran air di lokasi kebakaran, petugas damkar bisa langsung menyedot air dari saluran air/sumber air terdekat, selain mengandalkan pasokan air yang terdapat di truk itu sendiri. 



Little Bug setelah itu mencoba 2 buah seragam damkar: seragam pemadaman biasa dan seragam yang anti-api. Walaupun kegedean, tapi senyumnya Little Bug lebih besar lagi :D Dan paling seru adalah ketika saya dan Little Bug sama-sama mencoba menyemprotkan selang air (ke pohon di sebelah markas ya, hehehe). Rasanya... berattt! Itupun baru pakai diameter selang dan ujung selang (nozzle) yang paling kecil.. apalagi selang yang besar dengan nozzle  yang lebih besar pula.. masyaaAllah!
Terakhir adalah foto bersama para petugas damkar yang baik hati.. ada yang muda, ada yang senior.. tapi semuanya sangat berdedikasi pada profesinya. Kami mengajarkan pada Little Bug bahwa semua profesi adalah mulia selama itu membawa manfaat dan kebaikan untuk orang lain, sehingga kita harus menghormati siapa saja yang kita temui terlepas apapun profesi mereka. Terima kasih, Pak petugas damkar... dedikasi Anda sungguh mengagumkan! Pantang pulang sebelum padam


*selama Little Bug exploring, Si Hubs dan saya gantian ikut mendampingi dan gantian juga ngobrol-ngobrol dengan petugas damkar di sana. Kami ikut belajar juga tentang tugas-tugas dan suka-duka para petugas damkar, sehingga bisa lebih menghargai profesi yang penuh dedikasi ini. Tak kenal maka tak sayang, bukan? Hehehe...